Kamis, 12 Maret 2015

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP SERANGGA



Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Selama kurang lebih seratus tahun terakhir, suhu rata-rata di permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang terjadi adalah akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca, seperti; karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di atmosfer. Emisi ini terutama dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta akibat penggundulan dan pembakaran hutan.

Pemanasan global diperkirakan telah menyebabkan perubahan-perubahan sistem terhadap ekosistem di bumi, antara lain; perubahan iklim yang ekstrim, mencairnya es sehingga permukaan air laut naik, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Adanya perubahan sistem dalam ekosistem ini telah memberi dampak pada kehidupan di bumi seperti terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan.

Efek rumah kaca sebagai suatu sistem di bumi sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup di bumi. Suhu atmosfer bumi akan menjadi lebih dingin jika tanpa efek rumah kaca. Tetapi, jika efek rumah kaca berlebihan dibandingkan dengan kondisi normalnya maka sistem tersebut akan bersifat merusak. Melihat sebagian besar emisi gas rumah kaca bersumber dari aktivitas hidup manusia, maka pemanasan global harus ada upaya solusinya dengan merubah pola hidup dan perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.


A. Pemanasan Global 

Pemanasan global (global warming) menjadi salah satu isu lingkungan utama yang dihadapi dunia saat ini. Pemanasan global berhubungann dengan proses meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu permukaan bumi ini dihasilkan oleh adanya radiasi sinar matahari menuju ke atmosfer bumi, kemudian sebagian sinar ini berubah menjadi energi panas dalam bentuk sinar infra merah diserap oleh udara dan permukaan bumi. 
Sebagian sinar infra merah dipantulkan kembali ke atmosfer dan ditangkap oleh gas-gas rumah kaca yang kemudian menyebabkan suhu bumi meningkat. Gas-gas rumah kaca terutama berupa karbon dioksida, metana dan nitrogen oksida. Kontribusi besar yang mengakibatkan akumulasi gas-gas kimia ini di atmosfir adalah aktivitas manusia. Temperatur global rata-rata setiap tahun dan lima tahunan tampak meningkat, seperti pada diagram berikut (Anonim, 2004). 

B. Dampak Pemanasan Global
Pemanasan global telah memicu terjadinya sejumlah konsekuensi yang merugikan baik terhadap lingkungan maupun setiap aspek kehidupan manusia. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: 
1. Mencairnya lapisan es di kutub Utara dan Selatan. Peristiwa ini mengakibatkan naiknya permukaan air laut secara global, hal ini dapat mengakibatkan sejumlah pulau-pulau kecil tenggelam. Kehidupan masyarakat yang hidup di daerah pesisir terancam. Permukiman penduduk dilanda banjir rob akibat air pasang yang tinggi, dan ini berakibat kerusakan fasilitas sosial dan ekonomi. Jika ini terjadi terus menerus maka akibatnya dapat mengancam sendi kehidupan masyarakat. 
2. Meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim. Perubahan iklim menyebabkan musim sulit diprediksi. Petani tidak dapat memprediksi perkiraan musim tanam akibat musim yang juga tidak menentu. Akibat musim tanam yang sulit diprediksi dan musim penghujan yang tidak menentu maka musim produksi panen juga demikian. Hal ini berdampak pada masalah penyediaan pangan bagi penduduk, kelaparan, lapangan kerja bahkan menimbulkan kriminal akibat tekanan tuntutan hidup. 
3. Punahnya berbagai jenis fauna. Flora dan fauna memiliki batas toleransi terhadap suhu, kelembaban, kadar air dan sumber makanan. Kenaikan suhu global menyebabkan terganggunya siklus air, kelembaban udara dan berdampak pada pertumbuhan tumbuhan sehingga menghambat laju produktivitas primer. Kondisi ini pun memberikan pengaruh habitat dan kehidupan fauna. 
4. Habitat hewan berubah akibat perubahan faktor-faktor suhu, kelembaban dan produktivitas primer sehingga sejumlah hewan melakukan migrasi untuk menemukan habitat baru yang sesuai. Migrasi burung akan berubah disebabkan perubahan musim, arah dan kecepatan angin, arus laut (yang membawa nutrien dan migrasi ikan). 
5. Berubahnya habitat memungkinkan terjadinya perubahan terhadap resistensi kehidupan larva dan masa pertumbuhan organisme tertentu, kondisi ini tidak menutup kemungkinan adanya pertumbuhan dan resistensi organisme penyebab penyakit tropis. Jenis-jenis larva yang berubah resistensinya terhadap perubahan musim dapat meningkatkan penyebaran organisme ini lebih luas. Ini menimbulkan wabah penyakit yang dianggap baru. 

C. Studi Kasus Dampak Pemanasan Globat terhadap Ekosistem Serangga

Penyebaran Hama Tanaman Akibat Pemanasan Global

Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa pemanasan global mengakibatkan penyebaran hama tanaman menuju arah Utara dan Selatan semakin sering terjadi, penyebaran hama ini terjadi hampir di setiap daerah dengan kecepatan hampir 3 kilometer per tahunnya.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change dan dilakukan oleh para peneliti di University of Exeter dan Universitas Oxford, menunjukkan sebuah hubungan yang kuat antara suhu global yang meningkat selama 50 tahun terakhir dan ekspansi berbagai hama tanaman.

Pada saat ini sekitar 10-16% dari produksi tanaman (terutama pangan) global terserang hama. Hama tanaman yang menyerang yaitu jamur, bakteri, virus, serangga, nematoda, viroid dan Oomycetes. Keragaman serta strain hama tanaman pun terus berkembang. Kerugian akibat hama tanaman berupa jamur dan mikroorganisme, jumlahnya cukup untuk memberi makan hampir sembilan persen dari populasi dunia saat ini. Studi ini menunjukkan bahwa angka-angka ini akan meningkat terus-menerus jika suhu global terus meningkat seperti yang diperkirakan.

Penyebaran hama pada tanaman disebabkan oleh aktivitas manusia (terutama hasil dari pengangkutan kargo internasional) dan proses alami. Namun dalam studi ini menunjukkan bahwa pemanasan iklim memungkinkan hama semakin mudah untuk beradaptasi di daerah yang sebelumnya tidak cocok.

Sebagai contoh, kenaikan suhu umumnya merangsang serangga herbivora di daerah subtropis, pada daerah ini wabah kumbang pinus (Dendroctonus ponderosae) telah menghancurkan sebagian besar wilayah hutan pinus di Pacific Northwest, Amerika Serikat. Selain itu, rice blast fungus pada padi yang saat ini sudah menyebar di lebih dari 80 negara, dan memiliki efek yang besar, baik pada ekonomi maupun keseimbangan ekosistem, kini telah berpindah ke tanaman pangan lainnya yaitu gandum. Jenis jamur ini dianggap sebagai penyakit baru pada gandum (wheat blast), dimana penyakit ini mengurangi hasil panen gandum di Brasil secara signifikan.

Salah satu serangan hama yang telah terjadi adalah kumbang kentang di Colorado. Kumbang Colorado bergerak ke utara melewati kawasan Eropa dan memasuki wilayah Finlandia dan Norwegia. Padahal biasanya kumbang tidak bisa bertahan melewati musim dingin.

Dr. Dan Bebber dari University of Exeter mengatakan: “Jika penyebaran hama tanaman akibat pemanasan global terus terjadi ditambah efek pertumbuhan jumlah penduduk dunia yang tak bisa ditekan akan menjadi ancaman keamanan pangan global.

Dampak Penyebaran hama tanaman akibat Pemanasan Global bagi Indonesia

Di Indonesia sendiri yang termasuk negara dengan iklim tropis, dipekirakan juga akan mengalami penurunan produktivitas pertanian khususnya tanaman padi, bila kenaikan suhu rata-rata global antara 1-2 oC sehingga meningkatkan resiko bencana kelaparan di Indonesia.


Penurunan produktivitas pangan merupakan dampak nyata yang harus dihadapi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya peningkatan sterilitas serealia, penurunan areal yang dapat diirigasi dan penurunan efektivitas penyerapan hara serta penyebaran hama dan penyakit. Selain itu, pergeseran musim juga ikut berpengaruh pada penurunan produktivitas. Pemanasan global juga akan menimbulkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (El-Nino dan La-Nina) dan ketidakteraturan musim.

Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang akan mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman, baik hama maupun penyakit. Sehingga tidak jarang kalau pada musim hujan petani banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman. Hama-hama yang menyerang tanaman padi antara lain; Pengerek batang padi (scirpophaga innotata) atau lebih dikenal masyarakat dengan “sundep”, pengerek batang padi (Scirpophaga incertulas), wereng coklat (Nilaparvata lugens), wereng hijau (Neppotetix impicticeps), ganjur (Pachydiplosis oryzae), lalat bibit (Arterigona exigua), ulat tentara atau grayak (Spodoptera litura), dan tikus sawah (Rattus argentiventer). Sedangkan penyakit-penyakit penting yang menyerang tanaman padi antara lain; blas (Pyricularia oryzae, p. Gricea) dan hawar daun bakteri atau “kresek”(Xanthomonas oryzae pv. Oryzae). Ledakan populasi organisme pengganggu tanaman seperti serangga disebabkan oleh peningkatan konsentrasi CO, yang berakibat pada penurunan perbandingan unsur Nitrogen dalam tumbuhan. Padahal, Nitrogen mutlak untuk hidup serangga. Kompensasinya, serangga akan memakan biomassa tumbuhan yang lebih banyak dan karena siklus hidup serangga yang pendek, sehingga serangga cepat mewariskan genetika paling sesuai dengan kondisi iklim kontemporer pada keturunannya termasuk pada racun.

D. Meminimalisasi Dampak Pemanasan Global 

1) Konservasi lingkungan, dengan melakukan penanaman pohon dan penghijauan di lahan-lahan kritis. Tumbuhan hijau memiliki peran dalam proses fotosintesis, dalam proses ini tumbuhan memerlukan karbondioksida dan menghasilkan oksigen. Akumulasi gas-gas karbon di atmosfer dapat dikurangi. 
2) Menggunakan energi yang bersumber dari energi alternatif guna mengurangi penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara). Emisi gas karbon yang terakumulasi ke atmosfer banyak dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil. Kita mengenal bahwa paling banyak mesin-mesin kendaraan dan industri digerakkan oleh mesin yang menggunakan bahan bakar ini. Karena itu diupayakan sumber energi lain yang aman dari emisi gas-gas ini, misalnya; menggunakan energi matahari, air, angin, dan bioenergy. Di daerah tropis yang kaya akan energi matahari diharapkan muncul teknologi yang mampu menggunakan energi ini, misalnya dengan mobil tenaga surya, listrik tenaga surya. Sekarang ini sedang dikembangkan bioenergy, antara lain biji tanaman jarak (Jathropa. sp) yang menghasilkan minyak. 
3) Daur ulang dan efisiensi energi. Penggunaan minyak tanah untuk menyalakan kompor di rumah, menghasilkan asap dan jelaga yang mengandung karbon. Karena itu sebaiknya diganti dengan gas. Biogas menjadi hal yang baik dan perlu dikembangkan, misalnya dari sampah organik. 
4) Upaya pendidikan kepada masyarakat luas dengan memberikan pemahaman dan penerapan




DAFTAR PUSTAKA



Ammann, Caspar, et al. (2007). "Solar influence on climate during the past millennium: Results from ransient simulations with the NCAR Climate Simulation Model". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 104 (10): 3713-3718.

Buesseler, K.O., C.H. Lamborg, P.W. Boyd, P.J. Lam, T.W. Trull, R.R. Bidigare, J.K.B. Bishop, K.L. Casciotti, F. Dehairs, M. Elskens, M. Honda, D.M. Karl, D.A. Siegel, M.W. Silver, D.K. Steinberg, J. Valdes, B. Van Mooy, S. Wilson. (2007) "Revisiting carbon flux through the ocean's twilight zone." Science 316: 567-570.

Gleason, Karen K., Simon Karecki, and Rafael Reif (2007). Climate Classroom; What’s up with global warming?, National Wildlife Federation. URL diakses 6-12-2014

Hegerl, Gabriele C. et al. Understanding and Attributing Climate Change. Climate Change 2007: The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate 11 Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. URL diakses pada 6-12-2014

Marsh, Nigel, Henrik, Svensmark (2000). "Cosmic Rays, Clouds, and Climate" Space Science Reviews 94: 215-230. URL diakses pada 6-12-2014

Scafetta, Nicola, West, Bruce J. (2006). "Phenomenological solar contribution to the 1900-2000 global surface warming". Geophysical Research Letters 33 (5). URL diakses pada 6-12-2014.

Soden, Brian J., Held, Isacc M. (2005). "An Assessment of Climate Feedbacks in Coupled Ocean-Atmosphere Models". Journal of Climate 19(14). URL diakses pada 6-12-2014

Stocker, Thomas F.; et al. Sea Ice. Climate Change 2001: The Scientific Basis. Contribution of Working Group I to the Third Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. URL diakses pada 6-12-2014

Stott, Peter A., et al. (2003). "Do Models Underestimate the Solar Contribution to Recent Climate Change?". Journal of Climate 16 (24): URL diakses pada 6-12-2014

Summary for Policymakers. Climate Change 2007: The Physical Sciences Basis, Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. URL diakses pada 6-12-2014


0 comments :

Posting Komentar

Ikuti Saya ^___^

visitors

 

My Blog List

Feedjit

PLANT HOSPITAL Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino