Minggu, 03 April 2016

FAKTOR PENYEBARAN HAMA TANAMAN


Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT tersebut yang terdiri atas faktor biotik (misalkan : musuh alami OPT, jenis tanaman, dan tindakan manusia) dan faktor abiotik (misalkan : temperatur, kelembaban udara, sinar matahari, hujan, angin, tanah, air, dsb) (Reijntjes, Coen.1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua (Little, 1971) yaitu:
1. Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya.
2. Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan.
Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman.Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT.
Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh.
Faktor cuaca dapat dipisahkan menjadi unsur-unsur cuaca: suhu, kelembaban, cahaya dan pergerakan udara/angin (Anonymous a, 2011).
1. suhu
Pengaruh suhu terhadap kehidupan serangga banyak dipelajari di negara beriklim dingin/sedang, dimana suhu selalu berubah menurut musim. Di negara tropika seperti Indonesia keadaanya berbeda, iklimnya hampir sama sehingga variasi suhu relatif kecil. Perbedaan suhu yang nyata adalah karena ketinggian. Serangga adalah organisme yang sifatnya poikilotermal sehingga suhu badan serangga banyak dipengaruhi dan mengikuti perubahan suhu udara.
Beberapa aktifitas serangga dipengaruhi oleh suhu dan kisaran suhu optimal bagi serangga bervariasi menurut spesiesnya. Secara garis besar suhu berpengaruh pada (nayar et al, 1981) kesuburan/produksi telur, laju pertumbuhan dan migrasi atau penyebarannya.
Mengukur kecepatan pertumbuhan serangga dalam hubungannya dengan suhu dapat dilakukan sengan thermal constant. Hal tersebut berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan antara perkembangan serangga dengan jumlah thermal constant biasanya dinyatakan dengan hari derajat (day degree accumulation). Walaupun kurang tepat namun sering digunakan untuk perkiraan perkembangan serngga. Potter dan Timmons melaporkan bahwa log-degree day mempunyai korelasi yang tinggi dengan kumulatif persentase tangkapan hama penggerek tanaman hortikultura. Ternyata hubungan tersebut dapat digunakan untuk menduga saat penerbangan pertama seranga penggerek tersebut.
Hama wereng batang coklat untuk menyelesaikan siklus hidupnya dari telur sampai dewasa/mati membutuhkan total konstanta panas efektif sebesar 500 hari derajat. Untuk mencapai jumlah tersebut diperlukan waktu sebulan (30 hari) untuk generasi musim panas dengan suhu rata-rata harian 27 derajat celcius dan membutuhkan waktu 42 hari untuk generasi musim gugur dengan suhu rata-rata harian 22 derajat celcius (Kisimoto, 1981)
Kematian serangga dalam hubungannya dengan suhu terutama berkaitan dengan pengaruh batas-batas ekstrim dan kisaran yang masih dapat ditahan serangga (suhu cardinal). Suhu yang sangat tinggi mempunyai pengaruh langsung terhadap denaturasi/ merusak sifat protein yang mengakibatkan serangga mati. Pada suhu rendah kematian serangga terjadi karena terbentukknya kristal es dalam sel.
2. Kelembaban
Serangga seperti juga hewan yang lain harus memperhatikan kandungan air dalam tubuhnya, akan mati bila kandungan airnya turun melewati batas toleransinya. Berkurangnya kandungan air tersebut berakibat kerdilnya pertumbuhan dan rendahnya laju metabolisme. Kandungan air dalam tubuh serangga bervariasi dengan jenis serangga, pada umumnya berkisar antara 50-90% dari berat tubuhnya. Pada serangga berkulit tubuh tebal kandungan airnya lebih rendah.
Agar dapat mempertahankan hidupnya serangga harus selaluu berusaha agar terdapat keseimbangan air yang tepat. Beberapa serangga harus dilingkungan udara yang jenuh dengan uap air sedang yang lainnya mampu menyesuaikan diri pada keadaan kering bahkan mampu menahan lapar untuk beberapa hari. Kelembaban juga mempengaruhi sifat-sifat, kemampuan bertelur dan pertumbuhan serangga.
3. Cahaya
Cahaya mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan, perkembangannya dan tahan kehidupannya serangga baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya mempengaruhi aktifitas serangga, cahaya membantu untuk mendapatkan makanan, tempat yang lebih sesuai. Setiap jenis serangga membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda untuk aktifitasnya. Berdasarkan hasl di atas serangga dapat digolongkan
1.      Serangga diurnal yaitu serangga yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi aktif pada siang hari
2.      Serangga krepskular adala serangga yang membutuhkan intensitas cahaya sedang aktif pada senja hari.
3.      Serangga nokturnal adalah serangga yang membutuhkan intensitas cahaya rendah aktif pada malam hari .
Penelitian menunjukkan bahwa cahaya bulan berpengaruh nyata pada tangkapan lampu perangkap terhadp serangga nokturnal.
4. pergerakan udara
Pergerakan udara merupakan salah satu faktor yang penting dalam penyebaran kehidupan serangga. Penyebaran arah serangga kadang mengikuti arah angin.
Hal yang juga dapat mempengaruhi penyebaran Hama adalah aktivitasnya sendiri, yaitu:
1.      Hama yang menetap
Misalkan berbagai macam ulat daun dan ulat buah. Hama ini merusak berbagai tanaman yang mula-mula dihinggapi sampai hampir habis atau habis sama sekali, barulah mereka pindah ke bagian lain.

2.      Hama yang tak menetap
Hama yang tak menetap ini biasanya: berbagai macam kepik, belalang dan lebah. Jenis hama ini merusak daun-daun sayuran dengan berpindah-pindah dari satu daun ke daun lain ataupun kepada tanaman lainnya. Hama-hama tersebut di atas mudah dibasmi secara langsung.
3.      Hama yang menyerang pada malam hari
Hama-hama ini misalkan: ulat tanah, siput dan berbagai macam kepik, jangkrik, gangsir, dan belalang. Hama-hama yang menyerang pada malam hari ini, datangnya bila matahari telah terbenam. Pada siang hari mereka bersembunyi pada tempat-tempat yang teduh, di bawah daun-daun yang dirusaknya atau di bawah saun tanaman lain, jauh dari sasaran semula. Siput misalnya, pada siang hari ada yang bersembunyi di dalam tanah.
4.      Hama yang menyerang siang malam
Ada berbagao jenis hama yang menyerang tanaman sayuran terus-menerus siang malam. Hama-hama tersebut antara lain:
-          Berbagai jenis kutu daun
-          Berbagai jenis kutu buah

-          Berbagai jenis kutu cabang dan batang

Sabtu, 02 April 2016

TEKNIK PENGAMATAN HAMA TANAMAN


2.1 Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi
Menurut TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011), pengamatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dengan jalan mengamati, melakukan perhitungan atau pengukuran terhadap objek yang diteliti.
Pengamatan tersebut dilakukan dengan melakukan kegiatan untuk mendapatkan data tentang:
-          Adanya hama dan penyakit tanaman
-          Jenis hama dan penyakit yang bersangkutan
-          Tingkat kerusakan yang diakibatkannya, yang dinyatakan dalam intensitas serangan hama adan intensitas penyakit
-          Luas daerah serangan
-          Kepadatan populasi
-          Faktor lingkungan baik yang bersifat biotik maupun abiotik yang berpengaruh terhadap hama dan penyakit tanaman
-          Kerugian hasil yang disebabkan oleh timbulnya hama dan penyakit tanaman (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, 2011).
Pada literatur lain juga dijelaskan mengenai pengamatan. Pengamatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pengamat untuk,
1.      Mendapatkan data
2.      Mencocokkan data,
3.      Mendapatkan Informasi,
4.      Menyusun laporan,
5.      Pengaduan dengan fakta dan membahas serta mengambangkannya (Gustiawan S., Uwon. 2007).

Sedangkan menurut Surahman, Enceng dan Widodo Agus. 1989, pengamatan bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan atau kepadatan populasi OPT, luas serangan, daerah penyebaran, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT.
Nilai ambang pengendalian yang juga disebut ambang perlakuan biasanya lebih rendah daripada ambang ekonomi. Ambang pengendalian ini pada lahan yang luas menjadi lebih rendah daripada ambang ekonomi, sedangkan pada luas lahan yang sempit atau kecil, akan lebih baik memiliki ambang pengendalian yang lebih tinggi daripada ambang ekonomi.
Cara untuk menentukan adalah:
-          Tentukan sepetak kecil lahan sayuran sebagai contoh atau sampel
-          Amati serangga pemakan daun tersebut dan hitung serapa jumlahnya dalam petak kecil tersebut
-          Hitung secara perkiraan jumlah hama serangga dalam seluruh lahan, sehingga dapat diketahui seberapa jumlah serangan hama dapat mempengaruhi proses asimilasi atau proses pemasakan makanan pada daun
-          Kemudian lakukan pengamatan musuh alami yang terdiri dari pemangsa, parasit, atau patogen terhadap serangga pemakan daun tersebut. Sudah mampukah musuh alami tersebut menekan perkembangan hama? Apabila dirasakan belum mampu menghambat serangan dari sejumlah serangga hama tersebut, maka dengan mempertimbangkan kelestarian musuh alami, usaha penyemprotan dapat dilakukan (Aak. 1992).
Pada Oka, I.N. (2005), disebutkan bahwa ambang ekonomi adalah suatu konsep yang erat hubungannya dengan tingkat kerusakan ekonomi. Ambang ekonomi dapat didefinisikan sebagai kepadatan populasi yang harus dilakukan pengendalian untuk mencagah populasi hama mencapai tingkat kerusakan ekonomi (TKE). TKE lebih rendah dari AE untuk memberikan kesempatan mempersiapkan pengendalian dan agar perlakuan tersebut sempat memperlihatkan pengaruhnya sebelum populasi hama mencapai tingkat kerusakan ekonomi  (Stern et al.1959).
Ambang ekonomi adalah suatu batas dimana serangan hama sudah seharusnya dilakukan pengendalian agar tidak meningkat sehingga mencapai tingkat kerusakan ekonomi (TIM dosen jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, 2011).

 2.2 Peran Pengamatan dalam Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu
Menurut TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman (2011), bahwa pengamatan adalah suatu bentuk kegiatan yang saling berkaitan dengan kegiatan pengendalian hama terpadu (PHT). Pengamatan tersebut dapat dilakukan sebelum tindakan pengendalian untuk memperkirakan apakah tindakan pengendalian perlu dilakukan atau tidak, ataupun dilakukan setelah pengendalian untuk mengevaliasi atau menganalisis hasil dari pengendalian yang telah dilakukan.
Pengamatan tesebut dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan:
a.       Perlu atau tidaknya suatu kegiatan pengendalian OPT dilakukan
b.      Metode pengendalian yang dipilih dan bagaimana cara aplikasinya
c.       Menentukan tindakan yang harus dipilih untuk mengatasi terjadinya serangan OPT agar serangan tidak meluas

2.3 Macam-macam Pengamatan
Menurut TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011), macam-macam pengamatan ada tiga, yaitu berdasarkan Sifatnya, Frekuensi dan Sampelnya, yang disajikan dalam tabel berikut ini:
Berdasarkan
Macamnya
Deskripsi
Sifatnya
1.      Kualitatif
Pengamatan tentang macam OPT, lokasi penyerangan dan keadaan secara umum
2.      Kuantitatif
Pengamatan untuk mendapatkan keterangan yang lebih rinci, misalkan tentang intensitas serangannya dan luas arela yang diserang
Frekuensinya
1.        Pengamatan tetap, kontinu atau regiuler
Pengamatan yang dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu sehingga akan dapat menunjukkan gambaran mengenai perkemabngan tingkat serangan.
2.        Pengamatan keliling atau insidental
Pengamatan untuk mengetahui tingkat serangan OPT pada waktu dan tempat tertentu saja jika suatu tanaman pada areal pertanaman menunjukkan gejala terjadinya serang OPT baru kita lakukan pengamatan.
Berdasar Sampelnya
1.      Pengamatan Global
Pengamatn dilakukan secara garis besar, pada areal yang luas tetapi sampel yang digunakan relatif sedikit minimal 10% sample tanaman per luasan lahan
2.      Pengamatan halus
Pengamatan yang dilakukan dengan tngkat ketelitian yang lebih tinggi, jadi penggamatan lebih datail yang dilakukan setelah diketahui melalui pengamatan global bahwa suatu wilayah pertanaman terserang OPT.

(TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011)

2.4 Pengamatan dan Penilaian Serangan Hama
Langkah taktis dan sistematis yang harus ditempuh untuk mengimplementasikan PHT adalah :
1.      Mengidentifikasi dan menganalisis status hama yang akan dikelola. Hama-hama yang menyerang suatu agroekosistem harus dikategorikan sebagai hama uatam, hama kedua, hama potensial atau hama migran. Dengan mengetahui status hama dapat ditentukan jenjang toleransi ekonomi untuk mesing-masing hama.
2.      Mempelajari anasir dan saling tindak dalam ekosistem, terutama yang berpengaruh terhadap hama-hama utama. Kegiatan ini juga meliputi inventarisasi berbagai musuh alami dan peran mereka sebagai pengendali amani.
3.      Penetapan dan pengambangan ambang ekonomi. Amabng ekonomi atau ambang pengendalian atau ambang toleransi ekonomi merupakan ketetapan tentang pengendalian keputusan waktu pelaksanaan pengendalian pestisida. Jika populasi atau kerusakan hama belum mencapai aras tersebut, penggunaan pestisida belum diperlukan.
4.      Mengembangkan sistem pengamatan dan monitoring hama, untuk mengetahui letak dan keadaan suatu jenis hama oada waktu dan tempat tertentu terhadapa ambang ekonomi hama tersebut. Pengamatan dan monitoring hama dilakukan secara rutin dan terorganisir dengan baik. Metode pengambilan sampel perlu dikembangkan agar data lapangan yang diperoleh dapat dipercaya secara statistik dengan cara pengumpulan data yang mudah dikerjakan.
5.      Mengembangkan model deskriptif dan peramalan hama. Jika gejolak populasi hama dan hubungannya dengan komponen-komponen ekosistem lian telah diketahui, dapat dikembangkan model kuantitatif yang dinamis yang mampu meramalkan gejolak populasi dan kerusakan dengan tingkat probabilitas tertentu.
6.      Mengembangkan strategi pengelolaan hama. Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik ganda pengendalian dalam suatu kesatuan sistem yang terkoordinasi, yang mengusahakan agar populasi atau kerusakan karena hama (Salikin, K.A., 2003).
Pada literatur lain disebutkan bahwa tingkat serangan hama dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat serangannya pada tumbuhan, yaitu sebagai berikut:

Skala atau skor
Deskripsi
Pertanaman yang sehat
Tingkat serangan 0%
Kerusakan ringan
Tingkat serangan <25%
Kerusakan sedang
Tingkat serangan 25%-50%
Kerusakan berat
Tingkat serangan 50%-85%
Puso
Tingkat serangan >85%

Tingkat serangan fatal atau puso yang menyebabkan tingkat kehilangan hasil tidak dapat diselamatkan lagi, sedangkan pertanaman yang sehat digambarkan bahwa tingkat serangan yang mungkin terjadi adalah jauh dibawah ambang ekonomi (TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011).

2.5 Pengamatan dan Penilaian Serangan Penyakit
Syarat penilaian penyakit di lapangan harus memenuhi syarat utama:
1.      Komprehensif : Artinya aplikasi yang digunakan berlaku untuk bermacam-macam penyakit.
2.      Akurasi ketepatan untuk tingkat praktek.
3.      Bersifatt objektif, karena sifatnya cenderung subjektif, penilaian penyakit sangat tergantung pada pengamat yang bersangkutan.
Pada literatur TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011) dijelaskan bahwa cara penetuan intensitas serangan penyakit ada dua cara yaitu dengan cara :
a.                   Penentuan tingkat serangan pada tanaman dapat dilakukan dengan memberikan penilaian menurut tingkat intensitas serangannya. Pada tanaman yang hanya dilihat tentang sehat atau tidaknya tanaman misalkan pada tanaman yang jika terserang penyakit tertentu menyebabkan tidak berproduksinya atau matinya tanaman tersebut maka cara untuk mendapatkan tingkat intensitas serangan hanya dengan menghitung bagian tanaman atau tanaman yang mati atau tidak berproduksi terhadap tanaman total atau bagian tanaman total yang diamati.

IP = (jumlah tanaman sakit / total tanaman) x 100%

Rumus tersebut berlaku untuk kondisi :
-          Penyakit yang dapat menyebabkan tanaman mati secara menyeluruh, misalkan penyakit layu dan dumping off pada tanaman
-          Penyakit yang dapat menyebabkan penurunan tingkat produktivitas sehingga menyebabkan kehilangan hasil yang setara dengan kematian tanaman, misalkan penyakit yang disebabkan karena serangan virus dan organisme yang mirip dengan mikoplasme (MLO)
-          Penyakit yang meskipun tidak menyebabkan kematian tetapi dapat menyebabkan kehilangan hasil secara total,  misalkan penyakit gosong bengkak (Ustilago maydis) pada jagung dan penyakit neck blast pada padi (Pyricularia oryzae).

b.                  Untuk kasus selain pada mati atau tidak berproduksinya tanaman maka cara untuk menentukan intensitas penyakit jauh lebih rumit. Umumnya penilaian dilakukan pada bagian atau organ tanaman tertentu misalkan daun, dan buah karena kita harus memberikan penilaian terhadap masing-masing organ tersebut dengan standar nilai seranga tertentu.
Pennghitungan intensitas penyakit dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

IP = (∑(n.v))/N.Z
Keterangan :
            N : Bagian organ total
            Z : Skor tertinggi
            n : Jumlah daun terserang dengan skor v
            v : Skor penyakit pada organ
Penentuan yang menggunakan skala deskriptif seperti ini juga dijelaskan bahwa menurut Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Direktorat Perlindungan Tanaman Perkebunan menggunakan 5 skala skor sebagai berikut ini:

Skala skor
Deskripsi
0
Tanaman bebas penyakit
1
Bagian tanaman yang sakit 0-25%
2
Bagian tanaman yang sakit 26-50%
3
Bagian tanaman yang sakit 51-75%
4
Bagian tanaman yang sakit >75%

Sedangkan karena terjadi ketidaksesuaian antara penggunaan skor diatas dengan kondisi di lapang pada akhirnya terbentuk skala skor yang baru dan umum digunakan adalah sebagai berikut :
Skor penyakit
Deskripsi
0
Tidak ada infeksi
1
Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang tererang mencapai 10%
2
Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih besar dari 10% sampai 25%
3
Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih besar dari 25% sampai 50%
4
Luas permukaan tanaman atau bagian tanaman yang terserang lebih besar dari 50%

2.6    Bentuk-bentuk Penyebaran dan Ciri
a.       Penyebaran acak
Kedudukan suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang tidak dipengaruhi atau mempengaruhi serangga hama di titik yang lain, atau bebas dari individu serangga hama yang lain. Umumnya penyebaran acak terjadi pada tingkat awal imigrasi, atau tingkat awal penghunian hama, ataupun ketika telah terajadi perkembangbiakan, itupun masih terjadi pada tingkat awal dan belum membentuk populasi yang besar. Mortalitas alami akan tetap menjaga tingkat hama pada populasi yang rendah. Biasanya populasi yang rendah akan menyebabkan bentuk penyebaran yang acak.
b.      Penyebaran teratur
Pada bentuk penyebaran teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir merata. Oleh sebab itu hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap unit relatif akan sama. Bentuk penyebaran populasi demikian jarang dijumpai pada serangga yang mempunyai sifat kanibal, sehingga satu individu terhadap individu yang lain kedudukannya akan terpisah satu dengan yang lain.
c.       Penyebaran mengelompok
Berkebalikan dengan bentuk penyebaran acak, bentuk penyebaran mengelompok lebih saling terkait antar individu dalam populasi. Individu hama pada habitatnya saling mempengaruhi. Umumnya penyebaran mengelompok terjadi pada tingkat lanjut dari penghunian suatu lahan pertanaman oleh hama, jadi akan terjadi pada tingkat imigrasi yang lebih lanjut. Disini telah terjadi proses perkembangbiakan yang cukup lama, sehingga tingkat kepadatan populasi tinggi (TIM dosen jurusan Hama Penyakit Tumbuhan, 2011).

2.7 Teknik Pengambilan Contoh
a. Teknik Sampling acak
Cara ini didasarkan atas pemikiran bahwa untuk mendapatkan data yang dapat mewakili objek secara keseluruhan dapat dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak. Pengambilan contoh sampel secara acak menyebabkan setiap objek yang diteliti memiliki peluang dan kesempatan yang sana untuk dipilih menjadi bagian dari sample, sehingga sifat memihak atau bias dapat dihindari. Ada beberapa teknik sampling yang umum digunakan, yaitu:
- Sampling acak sederhana yaitu pengambilan sampling dengan cara yang sederhana, misalkan dengan cara lotre atau tabel acak.
- Sampling acak kelompok yaitu pengambilan yang berkelompok yang disebabkan karena banyaknya populasi sehingga dalam pengambilan sample ssecara acak akan mengalami kesulitan. Untuk menyederhanakan pengacakan secara menyeluruh dapat dilakukan dengan membagi objek menjadi kelompok-kelompok tertentu, hal ini dapat mengurangi pemberian nomer. Pengacakan selanjutnya dapat dilakukan pada sample kelompok yang telah diambil.
- Sampel acak sistematis. Pengacakan dilakukan hanya pada sampel pertama, sedangkan untuk pengambilan sampel selanjutnya dapat dilekukan dengan cara memberiakn skala jarak tertentu antar sampel yang sudah ada.
- Sampel acak berlapis (stratified) adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada pengambilan sampel dengan melihat pada tingkat serangan. Karena di alam, umumnya dalam satu populasi tidak dapat diseragamkan tingkat serangnnya, sehingga kita dapat menggunakan sampel acak berlapis.
- Sampel acak bertingkat dapat dilakukan survai terhadap wilayah tertentu misalkan suatu kabupaten tertentu, untuk mengetahui terjadinya serangan hama, baik mengenai kepadatan intensitas serangan, luas serangan serta mengenai kepadatan populasinya. Untuk menetapkan sampai kepada unit pengamatan, seringkali perlu dilakukan sampling secara acak berngkat.
b. Teknik Sampling Terpilih
Pengamatan dapat dilakukan pada cakupan wilayah tertentu dengan ketelitian yang cukup jelas jadi sifat pengamatan adalah ekstensif. Pengamatn dengan teknik sampling terpilih umumnya relatif lebih sedikit. Karena sampel yang digunakan relatif sedikit maka kita harus benar-benar memilih sampel yang dapat mewakili keadaan di wilayah tersebut secara umum. Pengamatan yang seperti ini hanya dapat dilakukan apabila kita telah faham betul tentang keadaan objek.
Pengamatan yang demikian hanya untuk membuktikan bahwa sampel pengamatan dapat mewakili kondisi secara umum. Jadi secara ringkas, kita harus mengambil sampel secara acak yang kemudian langsun dipetak-petakkan yang kondisinya dapat merupakan gambaran dari kondisi umum atau global. Pada petak yang telah dipilih dapat langsung dilakukan pengamatan secara lebih detail (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, 2011).
Pada persebaran penyakit didapatkan beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan, yaitu:
- Penyakit umumnya menunjukkan pengaruh batas, atau border, biasanya tanaman yang ada di pinggir memiliki tingkat serangan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Sehingga tidak dianjurkan untuk mengambil tanaman di tepi sebagai sampel.
- Pengamat cenderung mengambil tanaman dengan penyakit yang mencolok untuk dijadikan sampel. Lebih baik menggunakan cara penarikan garis secara diagonal, meskipun kelihatannya sederhana tetapi ternyata teknik ini cukup baik.
- Unit contoh dan ukuran contoh. Unit contoh atau unit sampel adalah unit yang diamati, diukur, atau dihitung untuk memperoleh data yang dikehendaki, sedangkan ukuran contoh atau ukuran sampel adalah jumlah unit sampel yang diambil dalam suatu kegiatan pengamatan.
Agar data yang diperoleh dari pengamatan dengan cara tersebut cukup baik perlu diperhatikan hal berikut ini:
- Ukuran sampel dibuat sebesar mungkin
- Pengamatan harus dilakukan pada bagian yang paling rentan (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, 2011).

2.8 Bentuk Penafsiran Tingkat Populasi Hama
a. Penafsiran populasi mutlak
populasi hama tiap satuan unit luas tanah. Beberapa cara untuk mendapatkan penafsiran populasi mutlak adalah :
- Mengadakan pengamatan hama langsung pertanaman pada areal lahannya
- mengadakan penggoyangan atau penyapuan bagian tanaman dari suatu unit habitat untuk dihitung banyaknya jumlah hama yang terjatuh
- menangkap hama secara langsung oleh aspirator ataupun alat penangkap hama yang lain pada suatu unit habitat.
- penangkapan individu bertanda dengan cara menangkap individu hama dan diberi tanda kemudian dilepaskan lagi, hal ini dapat dilakukan pada serangga hama yang sifatnya aktif bergerak pada habitatnya
- perhitungan jarak dekat yang dilakukan dengan menghitung pada serangga hama yang bersifat tidak bergerak secara aktif, maka serangga hama dapat dihitung secara langsung pada habitatnya
- melakukan pemindahan individu yang tertangkap, penangkapan yang hingga menyebabkan hama habis dapat mewakili jumlah kumulatif serangga hama yang ada di habitatnya (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011).
b. Penafsiran populasi relatif
Metode ini banyak digunakan untuk mengetahui perubahan jumlah populasi hama dari waktu ke waktu ataupun perbedaan populasi pada daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
Faktor-faktor yang umumnya dapat mempengaruhi pengamatan relatif adalah sebagai berikut ini:
§      Kerapatan populasi hama
§      Aktivitas serangga
§      Respon serangga terhadap alat yang digunakan untuk menangkap
§      Kondisi cuaca misalkan suhu, kelembaban dan angin
Secara umum ada dua cara dalam penentuan penafsiran relatif yaitu:
1.      Penangkapan pada setiap unit yang dibagi menjadi 5 yaitu:
a.       Penangkapan secara visual dalam waktu dan areal tertentu
b.      Penggunaan jaring serangga (swept net) Penangkapan terhadap penggunaan jaring serangga umumnya dipengaruhi:
o   Jenis serangga hama
o   Jenis habitat, terutama berkaitan dengan tinggi tanaman
o   Kondisi cuaca misalkan angin, suhu dan kelembaban
o   Waktu misalkan pagi, siang, sore atau malam
o   Cara dalam mengayunkan jaring seranggga
c.       Penggunaan perangkap, misalkan lampu, malaise, nampan, jatuhan (pitfall), perangkap rekat misalkan yellow sticky trap, dengan zat penarik (atraktan) misalkan feromon, dll.
d.      Penggunaan alat penghisap, misalkan D-vac
e.       Penggoyangan atau penepisan.
2.      penggunaan perangkap à menurut jenisnya ada perangkap basah dan perangkap kering. Jenis-jenis perangkapa adalah:
- Perangkap Malaise : Berupa botol pembunuh
- Perangkap nampan : umumnya diberikan warna yang sesuai dengan efektivitas hama tertentu
- Perangkap jatuhan atau pitfall : digunakan untuk serangga yang beraktifitas di tanah
- Perangkap letak : digunakan untuk serangga yang aktif terbang
- Perangkap zat penarik : biasanya dengan penggunaan atraknan atau feromon maka hama akan terrpancing untuk datang pada perangkap (TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011).
c. Indeks populasi

Penilaian banyaknya populasi hama pada habitatnya dengan meliihat tanda-tanda keberadaannya melalui jumlah sarang dan kotoran yang dihasilkan oleh serangga (TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011).


DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1992. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Kanisius. Jogjakarta
Harpenas A. Dan R. Dermawan., 2001. Budidaya Cabai Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta
Gustiawan S., Uwon. 2007. Pedoman Praktis Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Grasindo dan Cikal Sakti. Jakarta
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta
Kishimoto, 1981. Epidemiology in Plant. University of Tokyo. Tokyo Japan
Little, 1971. Plant Potology and Epidemiology. Wageningen University. Holland
Majalah Trubus. 2011. Hama dan Penyakit Tanaman : Deteksi dini dan penanggulangan vol.09.Infokit. PT. Niaga Swadaya. Jakarta
Matnawy, Hudi, 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Jogjakarta
Nayar et al, 1981. Peramalan penyakit tanaman budidaya. Penerbitan Bersama. Jakarta
Oka, Ida Nyoman. 2005. Pengendalian Hama Terpadu : Dan Implementasinya di Indonesia. Gajahmada University Press. Jogjakarta
Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Andi Offside. Yogjakarta
Purwono dan Heni Purnamawati. 2007. Budidaya 8 jenis tanaman pangan unggul. Penebar swadaya. Depok Jakarta
Reijntjes, Coen.1999). Pertanian masa depan : Pengantar untuk pertanian berkelanjutan. Kanisius. Jogjakarta.
Salikin, K.A., 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Jogjakarta
Stern, Vernon M., Ray F. Smith, Robert van den Bosch, and Kenneth S. Hagen. 1959. Integration Of Chemical and Biological control of the spotted alfalfa aphid. Hilgardia, vol 2.9. no. 2:81-101
Supriyati, Yati danErsi Herliana. 2010. Bertanam 15 sayuran organik dalam pot. Penebar Swadaya. Depok Jakarta
Surahman, Enceng dan Widodo Agus. 1989. Hama Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Kanisius. Jogjakarta
Suryanto, Widada Agus. 2010. Hama dan Penyakit. Kanisius. Jogjakarta
TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman. 2011. Modul Penuntun Praktikum Peramalan Hama dan Epidemiologi Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang
Tjahjadi, Nur.1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Jogjakarta

Ikuti Saya ^___^

visitors

 

My Blog List

Feedjit

PLANT HOSPITAL Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino