2.1
Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi
Menurut TIM dosen
jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011), pengamatan adalah suatu kegiatan
yang bertujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dengan jalan mengamati,
melakukan perhitungan atau pengukuran terhadap objek yang diteliti.
Pengamatan tersebut
dilakukan dengan melakukan kegiatan untuk mendapatkan data tentang:
-
Adanya hama dan
penyakit tanaman
-
Jenis hama dan penyakit
yang bersangkutan
-
Tingkat kerusakan yang
diakibatkannya, yang dinyatakan dalam intensitas serangan hama adan intensitas
penyakit
-
Luas daerah serangan
-
Kepadatan populasi
-
Faktor lingkungan baik
yang bersifat biotik maupun abiotik yang berpengaruh terhadap hama dan penyakit
tanaman
-
Kerugian hasil yang
disebabkan oleh timbulnya hama dan penyakit tanaman (TIM dosen jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan, 2011).
Pada literatur lain
juga dijelaskan mengenai pengamatan. Pengamatan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh pengamat untuk,
1. Mendapatkan
data
2. Mencocokkan
data,
3. Mendapatkan
Informasi,
4. Menyusun
laporan,
5. Pengaduan
dengan fakta dan membahas serta mengambangkannya (Gustiawan S., Uwon. 2007).
Sedangkan menurut
Surahman, Enceng dan Widodo Agus. 1989, pengamatan bertujuan untuk mengetahui
intensitas serangan atau kepadatan populasi OPT, luas serangan, daerah
penyebaran, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT.
Nilai
ambang pengendalian yang juga disebut ambang perlakuan biasanya lebih rendah
daripada ambang ekonomi. Ambang pengendalian ini pada lahan yang luas menjadi
lebih rendah daripada ambang ekonomi, sedangkan pada luas lahan yang sempit
atau kecil, akan lebih baik memiliki ambang pengendalian yang lebih tinggi
daripada ambang ekonomi.
Cara untuk menentukan adalah:
-
Tentukan sepetak kecil
lahan sayuran sebagai contoh atau sampel
-
Amati serangga pemakan
daun tersebut dan hitung serapa jumlahnya dalam petak kecil tersebut
-
Hitung secara perkiraan
jumlah hama serangga dalam seluruh lahan, sehingga dapat diketahui seberapa jumlah
serangan hama dapat mempengaruhi proses asimilasi atau proses pemasakan makanan
pada daun
-
Kemudian lakukan
pengamatan musuh alami yang terdiri dari pemangsa, parasit, atau patogen
terhadap serangga pemakan daun tersebut. Sudah mampukah musuh alami tersebut
menekan perkembangan hama? Apabila dirasakan belum mampu menghambat serangan
dari sejumlah serangga hama tersebut, maka dengan mempertimbangkan kelestarian
musuh alami, usaha penyemprotan dapat dilakukan (Aak. 1992).
Pada Oka, I.N. (2005),
disebutkan bahwa ambang ekonomi adalah suatu konsep yang erat hubungannya
dengan tingkat kerusakan ekonomi. Ambang ekonomi dapat didefinisikan sebagai
kepadatan populasi yang harus dilakukan pengendalian untuk mencagah populasi
hama mencapai tingkat kerusakan ekonomi (TKE). TKE lebih rendah dari AE untuk
memberikan kesempatan mempersiapkan pengendalian dan agar perlakuan tersebut
sempat memperlihatkan pengaruhnya sebelum populasi hama mencapai tingkat
kerusakan ekonomi (Stern et al.1959).
Ambang ekonomi adalah
suatu batas dimana serangan hama sudah seharusnya dilakukan pengendalian agar
tidak meningkat sehingga mencapai tingkat kerusakan ekonomi (TIM dosen jurusan
Hama Penyakit Tumbuhan, 2011).
2.2 Peran Pengamatan dalam Pengendalian Hama
dan Penyakit Terpadu
Menurut TIM dosen
Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman (2011), bahwa pengamatan adalah suatu bentuk
kegiatan yang saling berkaitan dengan kegiatan pengendalian hama terpadu (PHT).
Pengamatan tersebut dapat dilakukan sebelum tindakan pengendalian untuk memperkirakan
apakah tindakan pengendalian perlu dilakukan atau tidak, ataupun dilakukan
setelah pengendalian untuk mengevaliasi atau menganalisis hasil dari
pengendalian yang telah dilakukan.
Pengamatan tesebut
dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan:
a. Perlu
atau tidaknya suatu kegiatan pengendalian OPT dilakukan
b. Metode
pengendalian yang dipilih dan bagaimana cara aplikasinya
c. Menentukan
tindakan yang harus dipilih untuk mengatasi terjadinya serangan OPT agar
serangan tidak meluas
2.3
Macam-macam Pengamatan
Menurut TIM dosen
jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011), macam-macam pengamatan ada tiga,
yaitu berdasarkan Sifatnya, Frekuensi dan Sampelnya, yang disajikan dalam tabel
berikut ini:
Berdasarkan
|
Macamnya
|
Deskripsi
|
Sifatnya
|
1. Kualitatif
|
Pengamatan
tentang macam OPT, lokasi penyerangan dan keadaan secara umum
|
2. Kuantitatif
|
Pengamatan
untuk mendapatkan keterangan yang lebih rinci, misalkan tentang intensitas
serangannya dan luas arela yang diserang
|
Frekuensinya
|
1.
Pengamatan tetap,
kontinu atau regiuler
|
Pengamatan
yang dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu sehingga akan dapat
menunjukkan gambaran mengenai perkemabngan tingkat serangan.
|
2.
Pengamatan keliling
atau insidental
|
Pengamatan
untuk mengetahui tingkat serangan OPT pada waktu dan tempat tertentu saja
jika suatu tanaman pada areal pertanaman menunjukkan gejala terjadinya serang
OPT baru kita lakukan pengamatan.
|
Berdasar
Sampelnya
|
1. Pengamatan
Global
|
Pengamatn
dilakukan secara garis besar, pada areal yang luas tetapi sampel yang digunakan
relatif sedikit minimal 10% sample tanaman per luasan lahan
|
2. Pengamatan
halus
|
Pengamatan
yang dilakukan dengan tngkat ketelitian yang lebih tinggi, jadi penggamatan
lebih datail yang dilakukan setelah diketahui melalui pengamatan global bahwa
suatu wilayah pertanaman terserang OPT.
|
(TIM
dosen jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011)
2.4
Pengamatan dan Penilaian Serangan Hama
Langkah taktis dan
sistematis yang harus ditempuh untuk mengimplementasikan PHT adalah :
1. Mengidentifikasi
dan menganalisis status hama yang akan dikelola. Hama-hama yang menyerang suatu
agroekosistem harus dikategorikan sebagai hama uatam, hama kedua, hama
potensial atau hama migran. Dengan mengetahui status hama dapat ditentukan
jenjang toleransi ekonomi untuk mesing-masing hama.
2. Mempelajari
anasir dan saling tindak dalam ekosistem, terutama yang berpengaruh terhadap
hama-hama utama. Kegiatan ini juga meliputi inventarisasi berbagai musuh alami
dan peran mereka sebagai pengendali amani.
3. Penetapan
dan pengambangan ambang ekonomi. Amabng ekonomi atau ambang pengendalian atau
ambang toleransi ekonomi merupakan ketetapan tentang pengendalian keputusan
waktu pelaksanaan pengendalian pestisida. Jika populasi atau kerusakan hama
belum mencapai aras tersebut, penggunaan pestisida belum diperlukan.
4. Mengembangkan
sistem pengamatan dan monitoring hama, untuk mengetahui letak dan keadaan suatu
jenis hama oada waktu dan tempat tertentu terhadapa ambang ekonomi hama
tersebut. Pengamatan dan monitoring hama dilakukan secara rutin dan terorganisir
dengan baik. Metode pengambilan sampel perlu dikembangkan agar data lapangan
yang diperoleh dapat dipercaya secara statistik dengan cara pengumpulan data
yang mudah dikerjakan.
5. Mengembangkan
model deskriptif dan peramalan hama. Jika gejolak populasi hama dan hubungannya
dengan komponen-komponen ekosistem lian telah diketahui, dapat dikembangkan
model kuantitatif yang dinamis yang mampu meramalkan gejolak populasi dan
kerusakan dengan tingkat probabilitas tertentu.
6. Mengembangkan
strategi pengelolaan hama. Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik ganda
pengendalian dalam suatu kesatuan sistem yang terkoordinasi, yang mengusahakan
agar populasi atau kerusakan karena hama (Salikin, K.A., 2003).
Pada literatur lain
disebutkan bahwa tingkat serangan hama dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingkat serangannya pada tumbuhan, yaitu sebagai berikut:
Skala
atau skor
|
Deskripsi
|
Pertanaman
yang sehat
|
Tingkat
serangan 0%
|
Kerusakan
ringan
|
Tingkat
serangan <25%
|
Kerusakan
sedang
|
Tingkat
serangan 25%-50%
|
Kerusakan
berat
|
Tingkat
serangan 50%-85%
|
Puso
|
Tingkat
serangan >85%
|
Tingkat serangan fatal
atau puso yang menyebabkan tingkat kehilangan hasil tidak dapat diselamatkan
lagi, sedangkan pertanaman yang sehat digambarkan bahwa tingkat serangan yang
mungkin terjadi adalah jauh dibawah ambang ekonomi (TIM dosen Jurusan Hama dan
Penyakit Tanaman, 2011).
2.5
Pengamatan dan Penilaian Serangan Penyakit
Syarat penilaian
penyakit di lapangan harus memenuhi syarat utama:
1. Komprehensif
: Artinya aplikasi yang digunakan berlaku untuk bermacam-macam penyakit.
2. Akurasi
ketepatan untuk tingkat praktek.
3. Bersifatt
objektif, karena sifatnya cenderung subjektif, penilaian penyakit sangat
tergantung pada pengamat yang bersangkutan.
Pada literatur TIM
dosen jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2011) dijelaskan bahwa cara penetuan
intensitas serangan penyakit ada dua cara yaitu dengan cara :
a.
Penentuan tingkat
serangan pada tanaman dapat dilakukan dengan memberikan penilaian menurut
tingkat intensitas serangannya. Pada tanaman yang hanya dilihat tentang sehat
atau tidaknya tanaman misalkan pada tanaman yang jika terserang penyakit
tertentu menyebabkan tidak berproduksinya atau matinya tanaman tersebut maka
cara untuk mendapatkan tingkat intensitas serangan hanya dengan menghitung bagian
tanaman atau tanaman yang mati atau tidak berproduksi terhadap tanaman total
atau bagian tanaman total yang diamati.
IP = (jumlah tanaman
sakit / total tanaman) x 100%
Rumus tersebut berlaku untuk kondisi :
-
Penyakit yang dapat
menyebabkan tanaman mati secara menyeluruh, misalkan penyakit layu dan dumping
off pada tanaman
-
Penyakit yang dapat
menyebabkan penurunan tingkat produktivitas sehingga menyebabkan kehilangan
hasil yang setara dengan kematian tanaman, misalkan penyakit yang disebabkan
karena serangan virus dan organisme yang mirip dengan mikoplasme (MLO)
-
Penyakit yang meskipun
tidak menyebabkan kematian tetapi dapat menyebabkan kehilangan hasil secara
total, misalkan penyakit gosong bengkak
(Ustilago maydis) pada jagung dan penyakit neck blast pada padi (Pyricularia
oryzae).
b.
Untuk kasus selain pada
mati atau tidak berproduksinya tanaman maka cara untuk menentukan intensitas
penyakit jauh lebih rumit. Umumnya penilaian dilakukan pada bagian atau organ
tanaman tertentu misalkan daun, dan buah karena kita harus memberikan penilaian
terhadap masing-masing organ tersebut dengan standar nilai seranga tertentu.
Pennghitungan intensitas penyakit dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
IP = (∑(n.v))/N.Z
Keterangan :
N
: Bagian organ total
Z
: Skor tertinggi
n
: Jumlah daun terserang dengan skor v
v
: Skor penyakit pada organ
Penentuan yang
menggunakan skala deskriptif seperti ini juga dijelaskan bahwa menurut
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Direktorat Perlindungan Tanaman
Perkebunan menggunakan 5 skala skor sebagai berikut ini:
Skala
skor
|
Deskripsi
|
0
|
Tanaman
bebas penyakit
|
1
|
Bagian
tanaman yang sakit 0-25%
|
2
|
Bagian
tanaman yang sakit 26-50%
|
3
|
Bagian
tanaman yang sakit 51-75%
|
4
|
Bagian
tanaman yang sakit >75%
|
Sedangkan karena
terjadi ketidaksesuaian antara penggunaan skor diatas dengan kondisi di lapang
pada akhirnya terbentuk skala skor yang baru dan umum digunakan adalah sebagai
berikut :
Skor penyakit
|
Deskripsi
|
0
|
Tidak ada infeksi
|
1
|
Luas permukaan tanaman atau bagian
tanaman yang tererang mencapai 10%
|
2
|
Luas permukaan tanaman atau bagian
tanaman yang terserang lebih besar dari 10% sampai 25%
|
3
|
Luas permukaan tanaman atau bagian
tanaman yang terserang lebih besar dari 25% sampai 50%
|
4
|
Luas permukaan tanaman atau bagian
tanaman yang terserang lebih besar dari 50%
|
2.6
Bentuk-bentuk
Penyebaran dan Ciri
a. Penyebaran
acak
Kedudukan suatu
individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang tidak dipengaruhi atau
mempengaruhi serangga hama di titik yang lain, atau bebas dari individu serangga
hama yang lain. Umumnya penyebaran acak terjadi pada tingkat awal imigrasi,
atau tingkat awal penghunian hama, ataupun ketika telah terajadi
perkembangbiakan, itupun masih terjadi pada tingkat awal dan belum membentuk
populasi yang besar. Mortalitas alami akan tetap menjaga tingkat hama pada
populasi yang rendah. Biasanya populasi yang rendah akan menyebabkan bentuk
penyebaran yang acak.
b. Penyebaran
teratur
Pada bentuk penyebaran
teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir merata. Oleh sebab itu
hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap unit relatif akan sama. Bentuk
penyebaran populasi demikian jarang dijumpai pada serangga yang mempunyai sifat
kanibal, sehingga satu individu terhadap individu yang lain kedudukannya akan
terpisah satu dengan yang lain.
c. Penyebaran
mengelompok
Berkebalikan dengan
bentuk penyebaran acak, bentuk penyebaran mengelompok lebih saling terkait
antar individu dalam populasi. Individu hama pada habitatnya saling
mempengaruhi. Umumnya penyebaran mengelompok terjadi pada tingkat lanjut dari
penghunian suatu lahan pertanaman oleh hama, jadi akan terjadi pada tingkat
imigrasi yang lebih lanjut. Disini telah terjadi proses perkembangbiakan yang
cukup lama, sehingga tingkat kepadatan populasi tinggi (TIM dosen jurusan Hama
Penyakit Tumbuhan, 2011).
2.7
Teknik Pengambilan Contoh
a. Teknik Sampling acak
Cara ini didasarkan
atas pemikiran bahwa untuk mendapatkan data yang dapat mewakili objek secara
keseluruhan dapat dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak. Pengambilan
contoh sampel secara acak menyebabkan setiap objek yang diteliti memiliki
peluang dan kesempatan yang sana untuk dipilih menjadi bagian dari sample,
sehingga sifat memihak atau bias dapat dihindari. Ada beberapa teknik sampling
yang umum digunakan, yaitu:
- Sampling acak sederhana yaitu pengambilan
sampling dengan cara yang sederhana, misalkan dengan cara lotre atau tabel
acak.
- Sampling acak kelompok yaitu
pengambilan yang berkelompok yang disebabkan karena banyaknya populasi sehingga
dalam pengambilan sample ssecara acak akan mengalami kesulitan. Untuk
menyederhanakan pengacakan secara menyeluruh dapat dilakukan dengan membagi
objek menjadi kelompok-kelompok tertentu, hal ini dapat mengurangi pemberian
nomer. Pengacakan selanjutnya dapat dilakukan pada sample kelompok yang telah
diambil.
- Sampel acak sistematis. Pengacakan
dilakukan hanya pada sampel pertama, sedangkan untuk pengambilan sampel
selanjutnya dapat dilekukan dengan cara memberiakn skala jarak tertentu antar
sampel yang sudah ada.
- Sampel acak berlapis (stratified)
adalah pengambilan sampel yang didasarkan pada pengambilan sampel dengan
melihat pada tingkat serangan. Karena di alam, umumnya dalam satu populasi
tidak dapat diseragamkan tingkat serangnnya, sehingga kita dapat menggunakan
sampel acak berlapis.
- Sampel acak bertingkat dapat dilakukan
survai terhadap wilayah tertentu misalkan suatu kabupaten tertentu, untuk
mengetahui terjadinya serangan hama, baik mengenai kepadatan intensitas
serangan, luas serangan serta mengenai kepadatan populasinya. Untuk menetapkan
sampai kepada unit pengamatan, seringkali perlu dilakukan sampling secara acak
berngkat.
b. Teknik Sampling Terpilih
Pengamatan dapat
dilakukan pada cakupan wilayah tertentu dengan ketelitian yang cukup jelas jadi
sifat pengamatan adalah ekstensif. Pengamatn dengan teknik sampling terpilih
umumnya relatif lebih sedikit. Karena sampel yang digunakan relatif sedikit
maka kita harus benar-benar memilih sampel yang dapat mewakili keadaan di
wilayah tersebut secara umum. Pengamatan yang seperti ini hanya dapat dilakukan
apabila kita telah faham betul tentang keadaan objek.
Pengamatan yang
demikian hanya untuk membuktikan bahwa sampel pengamatan dapat mewakili kondisi
secara umum. Jadi secara ringkas, kita harus mengambil sampel secara acak yang
kemudian langsun dipetak-petakkan yang kondisinya dapat merupakan gambaran dari
kondisi umum atau global. Pada petak yang telah dipilih dapat langsung
dilakukan pengamatan secara lebih detail (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan, 2011).
Pada persebaran
penyakit didapatkan beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan, yaitu:
- Penyakit umumnya
menunjukkan pengaruh batas, atau border, biasanya tanaman yang ada di pinggir
memiliki tingkat serangan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Sehingga tidak
dianjurkan untuk mengambil tanaman di tepi sebagai sampel.
- Pengamat cenderung
mengambil tanaman dengan penyakit yang mencolok untuk dijadikan sampel. Lebih
baik menggunakan cara penarikan garis secara diagonal, meskipun kelihatannya
sederhana tetapi ternyata teknik ini cukup baik.
- Unit contoh dan
ukuran contoh. Unit contoh atau unit sampel adalah unit yang diamati, diukur,
atau dihitung untuk memperoleh data yang dikehendaki, sedangkan ukuran contoh
atau ukuran sampel adalah jumlah unit sampel yang diambil dalam suatu kegiatan
pengamatan.
Agar data yang
diperoleh dari pengamatan dengan cara tersebut cukup baik perlu diperhatikan
hal berikut ini:
- Ukuran sampel dibuat
sebesar mungkin
- Pengamatan harus
dilakukan pada bagian yang paling rentan (TIM dosen jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan, 2011).
2.8
Bentuk Penafsiran Tingkat Populasi Hama
a. Penafsiran populasi mutlak
populasi hama tiap
satuan unit luas tanah. Beberapa cara untuk mendapatkan penafsiran populasi
mutlak adalah :
- Mengadakan pengamatan hama langsung
pertanaman pada areal lahannya
- mengadakan penggoyangan atau penyapuan
bagian tanaman dari suatu unit habitat untuk dihitung banyaknya jumlah hama
yang terjatuh
- menangkap hama secara langsung oleh
aspirator ataupun alat penangkap hama yang lain pada suatu unit habitat.
- penangkapan individu bertanda dengan
cara menangkap individu hama dan diberi tanda kemudian dilepaskan lagi, hal ini
dapat dilakukan pada serangga hama yang sifatnya aktif bergerak pada habitatnya
- perhitungan jarak dekat yang dilakukan
dengan menghitung pada serangga hama yang bersifat tidak bergerak secara aktif,
maka serangga hama dapat dihitung secara langsung pada habitatnya
- melakukan pemindahan individu yang
tertangkap, penangkapan yang hingga menyebabkan hama habis dapat mewakili
jumlah kumulatif serangga hama yang ada di habitatnya (TIM dosen jurusan Hama
dan Penyakit Tanaman, 2011).
b. Penafsiran populasi relatif
Metode ini banyak
digunakan untuk mengetahui perubahan jumlah populasi hama dari waktu ke waktu
ataupun perbedaan populasi pada daerah yang satu dengan daerah yang lainnya.
Faktor-faktor yang
umumnya dapat mempengaruhi pengamatan relatif adalah sebagai berikut ini:
§ Kerapatan
populasi hama
§ Aktivitas
serangga
§ Respon
serangga terhadap alat yang digunakan untuk menangkap
§ Kondisi
cuaca misalkan suhu, kelembaban dan angin
Secara
umum ada dua cara dalam penentuan penafsiran relatif yaitu:
1. Penangkapan
pada setiap unit yang dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Penangkapan
secara visual dalam waktu dan areal tertentu
b. Penggunaan
jaring serangga (swept net) Penangkapan terhadap penggunaan jaring serangga
umumnya dipengaruhi:
o Jenis
serangga hama
o Jenis
habitat, terutama berkaitan dengan tinggi tanaman
o Kondisi
cuaca misalkan angin, suhu dan kelembaban
o Waktu
misalkan pagi, siang, sore atau malam
o Cara
dalam mengayunkan jaring seranggga
c. Penggunaan
perangkap, misalkan lampu, malaise, nampan, jatuhan (pitfall), perangkap rekat
misalkan yellow sticky trap, dengan zat penarik (atraktan) misalkan feromon,
dll.
d. Penggunaan
alat penghisap, misalkan D-vac
e. Penggoyangan
atau penepisan.
2. penggunaan
perangkap à
menurut jenisnya ada perangkap basah dan perangkap kering. Jenis-jenis
perangkapa adalah:
- Perangkap Malaise : Berupa botol
pembunuh
- Perangkap nampan : umumnya diberikan
warna yang sesuai dengan efektivitas hama tertentu
- Perangkap jatuhan atau pitfall :
digunakan untuk serangga yang beraktifitas di tanah
- Perangkap letak : digunakan untuk
serangga yang aktif terbang
- Perangkap zat penarik : biasanya
dengan penggunaan atraknan atau feromon maka hama akan terrpancing untuk datang
pada perangkap (TIM dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman, 2011).
c. Indeks populasi
Penilaian banyaknya
populasi hama pada habitatnya dengan meliihat tanda-tanda keberadaannya melalui
jumlah sarang dan kotoran yang dihasilkan oleh serangga (TIM dosen Jurusan Hama
dan Penyakit Tanaman, 2011).
DAFTAR
PUSTAKA
Aak. 1992. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. Kanisius. Jogjakarta
Harpenas A. Dan R. Dermawan., 2001. Budidaya Cabai Unggul.
Penebar Swadaya. Jakarta
Gustiawan
S., Uwon. 2007. Pedoman Praktis Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Grasindo dan Cikal Sakti. Jakarta
Jumar.
2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta
Kishimoto,
1981. Epidemiology in Plant.
University of Tokyo. Tokyo Japan
Little,
1971. Plant Potology and Epidemiology. Wageningen University. Holland
Majalah
Trubus. 2011. Hama dan Penyakit Tanaman :
Deteksi dini dan penanggulangan vol.09.Infokit. PT. Niaga Swadaya. Jakarta
Matnawy, Hudi, 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius.
Jogjakarta
Nayar et al,
1981.
Peramalan penyakit tanaman budidaya. Penerbitan Bersama. Jakarta
Oka,
Ida Nyoman. 2005. Pengendalian Hama
Terpadu : Dan Implementasinya di Indonesia. Gajahmada University Press.
Jogjakarta
Purnomo, Hari. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Andi Offside. Yogjakarta
Purwono
dan Heni Purnamawati. 2007. Budidaya 8
jenis tanaman pangan unggul. Penebar swadaya. Depok Jakarta
Reijntjes,
Coen.1999). Pertanian masa depan :
Pengantar untuk pertanian berkelanjutan. Kanisius. Jogjakarta.
Salikin,
K.A., 2003. Sistem Pertanian
Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Jogjakarta
Stern,
Vernon M., Ray F. Smith, Robert van den Bosch, and Kenneth S. Hagen. 1959.
Integration Of Chemical and Biological control of the spotted alfalfa aphid.
Hilgardia, vol 2.9. no. 2:81-101
Supriyati,
Yati danErsi Herliana. 2010. Bertanam 15
sayuran organik dalam pot. Penebar Swadaya. Depok Jakarta
Surahman,
Enceng dan Widodo Agus. 1989. Hama
Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan. Kanisius. Jogjakarta
Suryanto,
Widada Agus. 2010. Hama dan Penyakit.
Kanisius. Jogjakarta
TIM
dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman. 2011. Modul Penuntun Praktikum Peramalan Hama dan Epidemiologi Tumbuhan.
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang
Tjahjadi, Nur.1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Jogjakarta