Tampilkan postingan dengan label identifikasi hama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label identifikasi hama. Tampilkan semua postingan

Rabu, 21 Januari 2015

IDENTIFIKASI HAMA PASCA PANEN JAGUNG : Sitophilus zeamays


Bioekologi

S. zeamays Motsch, dikenal sebagai dengan maize weevil atau kumbang bubuk, mengalami metamorfosis sempurna dan merupakan serangga yang bersifat polifag, selain menyerang jagung, juga beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kedelai, kelapa, dan jambu mete (Cotton 1963, Kranz et al. 1980). S.zeamais lebih menyukai jagung dan beras (Haines 1991; Kalshoven 1981).

Hama tersebut merusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga menyerang tongkol jagung di pertanaman.Kumbang mempunyai spot lebih terang pada permukaan sayap (Vera and Burkholder 1995). Kumbang meletakkan telur satu per satu pada lubang gerekan, kemudian lubang ditutup kembali dengan zat seperti gelatin yang berfungsi sebagai sumbat telur atau egg plug (Haines 1991). Keperidian imago berkisar antara 300-400 butir telur; stadia telur kurang lebih 6 hari pada suhu 250C (Subramanyam and Hagstrum 1995, Granados 2000). Telur menetas menjadi larva, kemudian menggerek biji dan hidup dalam liang gerek yang semakin besar, sesuai dengan perkembangan larvanya. Larva terdiri atas empat instar, dengan umur kurang lebih 20 hari pada suhu 250C dan kelembaban nisbi 70%. Pupa terbentuk di dalam biji dengan cara membentuk ruang pupa dengan mengekskresikan cairan pada dinding liang gerek (Subramanyam and Hagstrum 1995).

Stadium pupa berkisar antara 5-8 hari (Bergvinson 2002). Imago yang terbentuk berada di dalam biji selama beberapa hari sebelum membuat lubang keluar dengan mulut melalui perikarp. Siklus hidupnya berkisar  antara 30-45 hari pada kondisi suhu optimum 290C, kadar air biji 14% dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan populasi sangat cepat bila kadar air bahan pada saat disimpan di atas 15%. Pada populasi yang tinggi, kumbang bubuk cenderung berpencar (Kalshoven 1981). Imago dapat bertahan hidup cukup lama yaitu 3-5 bulan jika tersedia makanan dan sekitar 36 hari 
tanpa makan (Haines 1991). 

Cara Pengendalian

Pengelolaan tanaman. 
Serangan di lapang dapat terjadi jika tongkol terbuka. Pengelola tanaman untuk meminimalkan serangan hama, terutama penggerek batang dan penggerek tongkol, dapat mengurangi serangan kumbang bubuk di lapang. Tanaman yang kekeringan dan dengan pemberian 
pupuk dengan takaran rendah mudah terinfeksi busuk tongkol, sehingga mudah pula terserang hama kumbang bubuk. Panen yang tepat pada saat jagung mencapai masak fisiologis yang ditandai oleh adanya lapisan hitam pada ujung biji bagian dalam dapat mengurangi serangan kumbang bubuk. Panen yang tertunda dapat menyebabkan meningkatnya kerusakan biji di penyimpanan (Tandiabang et al. 1996).

Varietas tanaman. Penggunaan varietas yang mengandung asam fenolat tinggi dan asam amino rendah dapat menekan perkembangan kumbang bubuk. Galur yang relatif tinggi kandungan asam fenolat dan asam aminonya antara lain adalah ACROSS 8762, S99 TL WQ (F/D), S99 TL YQ-A, dan TOMEGIUM (Tenrirawe 2004). Varietas yang mempunyai penutupan kelobot yang baik disukai oleh petani yang menyimpan jagungnya dalam bentuk kelobot, karena dapat memperlambat serangan hama kumbang bubuk.Varietas tahan masih dalam tahap penelitian dan perakitan di CIMMYT,Meksiko. Mekanisme ketahanannya sudah diketahui, yaitu mempunyai kekerasan biji dan tingginya kandungan asam ferulik atau asam fenolat(Bergvinson 2002).

Kebersihan dan pengelolaan gudang. 
Kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan hibernasi pada saat gudang kosong. Oleh karena itu, pengendalian hama di dalam gudang difokuskan pada kebersihan gudang. Higienis adalah aspek penting dalam strategipengendalian terpadu, yang bertujuan untuk mengeliminasi populasi serangga yang dapat terbawa pada penyimpanan berikutnya. Taktik yang digunakan termasuk membersihkan semua struktur gudang dan membakar semua biji yang terkontaminasi dan membuang dari gudang. Karung-karungbekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang. Semua struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding yang retak-retak di mana serangga dapat bersembunyi, dan memberi perlakuan insektisida pada dinding maupun plafon gudang. Semua kegiatan ini harus diselesaikan dua minggu sebelum penyimpanan jagung.

Persiapan biji jagung yang disimpan. Parameter penting yang dapat mempengaruhi kualitas biji, adalah kadar air biji. Kadar air biji <12% dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Pada kadar air 8%, kumbang bubuk tidak dapat merusak biji (Bergvinson 2002). Populasi kumbang bubuk meningkat pada kadar air biji 15% atau lebih.(Tandiabang et al)

Pengelolaan Hama Pascapanen Jagung. 

Pengendalian secara fisik dan mekanis. Lingkungan perlu dimanipulasi secara fisik agar tidak terjadi pertambahan populasi serangga. Pada suhu lebih rendah dari 50C dan di atas 350C, perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk (Paul and Muir 1995).

Sortasi dengan memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh) termasuk cara untuk menekan perkembangan serangga. Bahan nabati. Bahan nabati yang digunakan untuk melindungi biji di penyimpanan bervariasi, bergantung pada daerah dan masyarakatnya serta ketersediaan tanaman dan metode penyediaannya. Bahan nabati yang dapat digunakan yaitu daun Annona sp., Hyptis spricigera, Lantana camara (Bergvinson 2002), daun Ageratum conyzoides, dan Chromolaena odorata (Bouda et al. 2001), akar Khaya senegelensis, Acorus calamus, bunga Pyrethrum sp., Capsicum sp., dan tepung biji Annona sp. dan Melia sp.(Bergvinson 2002).

Pengendalian hayati. 
Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami dimaksudkan untuk menurunkan atau menekan populasi hama. Penggunaan agensi patogen dapat mengendalikan kumbang bubuk. Aplikasi Beauveria bassiana pada konsentrasi 109 konidia/ml dengan takaran 20 ml/kg biji dapat membunuh 50% kumbang bubuk (Hidalgo et al. 1998). Penggunaan parasitoid Anisopteromalus calandrae (Howard) juga mampu menekan perkembangan kumbang bubuk (Brower et al. 1995; Haines 1991).

Fumigasi. 
Fumigan merupakan senyawa kimia, yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem pernafasan. Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas,kemudian ditutup rapat dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula dilakukan pada penyimpanan sistem kedap udara, seperti penyimpanan dalam silo dengan menggunakan kaleng yang dibuat kedap udara atau pengemasan dengan menggunakan jerigen plastik, botol yang diisi sampai penuh kemudian mulut botol atau jerigen dilapisi dengan parafin untuk penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan yang paling banyak digunakan adalah phospine (PH3) dan methyl bromida (CH3Br) (Anonim 2000, Subramanyam and Hagstrum 1995).

Minggu, 09 Februari 2014

IDENTIFIKASI HAMA : TIKUS SAWAH


TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer Rob & Kloss)

A.    Status
                  Tikus sawah merupakan hama prapanen utama penyebab kerusakan terbesar tanaman padi, terutama pada agroekosistem dataran rendah dengan pola tanam intensif. Tikus sawah merusak tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan dari semai hingga panen (periode prapanen), bahkan di gudang penyimpanan (periode pascapanen). Kerusakan parah terjadi apabila tikus menyerang padi pada stadium generatif, karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru. Ciri khas serangan tikus sawah adalah kerusakan tanaman dimulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir, sehingga pada keadaan serangan berat hanya menyisakan 1-2 baris padi di pinggir petakan.

B.    Biologi dan Ekologi

Tikus sawah digolongkan dalam kelas vertebrata (bertulang belakang), ordo rodentia (hewan pengerat), famili muridae, dan genus Rattus. Tubuh bagian dorsal/ punggung berwarna coklat kekuningan dengan bercak-bercak hitam di rambut-rambutnya, sehingga secara keseluruhan tampak berwarna abu-abu. Bagian ventral/perut berwarna putih keperakan atau putih keabu-abuan. Permukaan atas kaki seperti warna badan, sedangkan permukaan bawah dan ekornya berwarna coklat tua. Tikus betina memiliki 12 puting susu (6 pasang), dengan susunan 1 pasang pada pektoral, 2 pasang pada postaxial, 1 pasang pada abdomen, dan 2 pasang pada inguinal. Pada tikus muda/predewasa terdapat rumbai rambut berwarna jingga di bagian depan telinga. Ekor tikus sawah biasanya lebih pendek daripada panjang kepala-badan dan moncongnya berbentuk tumpul.
                        Tikus sawah mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi. Periode perkembang-biakan hanya terjadi pada saat tanaman padi periode generatif. Dalam satu musim tanam padi, tikus sawah mampu beranak hingga 3 kali dengan rata-rata 10 ekor anak per kelahiran. Tikus betina relatif cepat matang seksual (±1 bulan) dan lebih cepat daripada jantannya (±2-3 bulan). Cepat/lambatnya kematangan seksual tersebut tergantung dari ketersediaan pakan di lapangan. Masa kebuntingan tikus betina sekitar 21 hari dan mampu kawin kembali 24-48 jam setelah melahirkan (post partum oestrus). Terdapatnya padi yang belum dipanen (selisih hingga 2 minggu atau lebih) dan keberadaan ratun (Jawa : singgang) terbukti memperpanjang periode reproduksi tikus sawah. Dalam kondisi tersebut,anak tikus dari kelahiran pertama sudah mampu bereproduksi sehingga seekor tikus betina dapat menghasilkan total sebanyak 80 ekor tikus baru dalam satu musim tanam padi. Dengan kemampuan reproduksi tersebut, tikus sawah berpotensi meningkatkan populasinya dengan cepat jika daya dukung lingkungan memadai.
 Tikus sawah bersarang pada lubang di tanah yang digalinya (terutama untuk reproduksi dan membesarkan anaknya) dan di semak-semak (refuge area/habitat pelarian). Sebagai hewan omnivora (pemakan segala), tikus mengkonsumsi apa saja yang dapat dimakan oleh manusia. Apabila makanan berlimpah, tikus sawah cenderung memilih pakan yang paling disukainya yaitu padi. Tikus menyerang padi pada malam hari. Pada siang harinya, tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah. Pada saat lahan bera, tikus sawah menginfestasi pemukiman penduduk dan gudang-gudang penyimpanan padi dan akan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang generatif. Kehadiran tikus pada daerah persawahan dapat dideteksi dengan memantau keberadaan jejak kaki (foot print), jalur jalan (run way), kotoran/feses, lubang aktif, dan gejala serangan.

C.    Pengendalian

                  Pengendalian tikus dilakukan dengan pendekatan PHTT (Pengendalian Hama Tikus Terpadu) yaitu pendekatan pengendalian yang didasarkan pada pemahaman biologi dan ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus dengan memanfaatkan semua teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Kegiatan pengendalian tikus ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi.                Kegiatan pengendalian yang sesuai dengan stadia pertumbuhan padi antara lain sbb. :
TBS (Trap Barrier System) merupakan petak tanaman padi dengan ukuran minimal (20 x 20) m yang ditanam 3 minggu lebih awal dari tanaman di sekitarnya, dipagar dengan plastik setinggi 60 cm yang ditegakkan dengan ajir bambu pada setiap jarak 1 m, bubu perangkap dipasang pada setiap sisi dalam pagar plastik dengan lubang menghadap keluar dan jalan masuk tikus. Petak TBS dikelilingi parit dengan lebar 50 cm yang selalu terisi air untuk mencegah tikus menggali atau melubangi pagar plastik. Prinsip kerja TBS adalah menarik tikus dari lingkungan sawah di sekitarnya (hingga radius 200 m) karena tikus tertarik padi yang ditanam lebih awal dan bunting lebih dahulu, sehingga dapat mengurangi populasi tikus sepanjang pertanaman.
                  LTBS merupakan bentangan pagar plastik sepanjang minimal 100 m, dilengkapi bubu perangkap pada kedua sisinya secara berselang-seling sehingga mampu menangkap tikus dari dua arah (habitat dan sawah). Pemasangan LTBS dilakukan di dekat habitat tikus seperti tepi kampung, sepanjang tanggul irigasi, dan tanggul jalan/pematang besar. LTBS juga efektif menangkap tikus migran, yaitu dengan memasang LTBS pada jalur migrasi yang dilalui tikus sehingga tikus dapat diarahkan masuk bubu perangkap.

                  Fumigasi paling efektif dilakukan pada saat tanaman padi stadia generatif. Pada periode tersebut, sebagian besar tikus sawah sedang berada dalam lubang untuk reproduksi. Metode tersebut terbukti efektif membunuh tikus beserta anak-anaknya di dalam lubangnya. Rodentisida hanya digunakan apabila populasi tikus sangat tinggi, dan hanya akan efektif digunkan pada periode bera dan stadium padi awal vegetative

IDENTIFIKASI HAMA : TIKUS POHON


Tikus Pohon (Rattus tiomanicus)

A.    Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi tikus pohon adalah:
Kelas                     : Mammalia
Subkelas                : Theria
Infra Kelas             : Eutheria
Ordo                      : Rodentia
Subordo                 : Myomorpha
Famili                    : Muridae
Subfamili               : Murinae
Genus                   : Rattus
Spesies                  : tiomanicus
                    
                  Tikus pohon memiliki tubuh berbentuk silindris, memiliki ciri-ciri panjang  ekor 180–250 cm lebih panjang dibandingkan dengan kepala dan badan (130-200 cm), tubuh bagian dorsal beruban halus berwarna kehijauan,  dan bagian ventralnya berwarna abu-abu pucat dengan ujung putih (Priyambodo, 2003). Menurut Aplin et al (2003) tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan dan bagian ventralnya berwarna krem. Hewan betina memiliki puting susu lima pasang yaitu dua pasang pektoral dan tiga pasang inguinal, tekstur rambut agak kasar, bentuk hidung kerucut,  serta warna  ekor bagian atas dan bawah coklat hitam (Priyambodo, 2003).

B.    Biologi dan Ekologi
            Tikus pohon termasuk golongan omnivora (pemakan segala) tetapi cenderung untuk memakan biji-bijian atau serealia (Sipayung, Sudharto, dan Lubis 1987). Kebutuhan pakan dalam bentuk kering bagi seekor tikus pohon setiap hari kurang lebih sekitar 10% dari bobot tubuhnya, sedangkan untuk pakan dalam bentuk pakan basah sekitar 20% dari bobot tubuhnya (Priyambodo, 2003). Tikus pohon memiliki kemampuan fisik yang baik seperti memanjat, meloncat, mengerat, dan berenang. Tikus pohon memiliki kemampuan untuk memanjat pohon. Kemampuan memanjat ini ditunjang oleh adanya tonjolan pada telapak kaki yang disebut dengan footpad yang besar dan permukaan yang kasar (Priyambodo, 2003). Tikus dapat merusak bahan-bahan yang keras sampai dengan nilai 5,5 pada skala  kerusakan geologi.  Kerusakan yang disebabkan oleh tikus pohon disebabkan  tikus memiliki kemampuan mengerat yang tinggi sebagai aktivitas untuk mengurangi panjang gigi seri yang tumbuh terus menerus (Meehan, 1984).
            Tikus pohon tidak dapat membuat sarang dengan cara menggali tanah, tetapi membuat sarang di antara pelepah-pelepah daun kelapa sawit atau celah-celah yang ada di antara pohon pohon (Priyambodo, 2003). Tikus merupakan hewan poliestrus yaitu dapat melahirkan anak sepanjang tahun tanpa mengenal musim, memiliki masa bunting singkat antara 2 sampai 3 bulan, dan rata-rata enam ekor per kelahiran. Faktor abiotik yang mempengaruhi dinamika populasi tikus adalah cuaca dan air, sedangkan faktor biotik yaitu tumbuhan, patogen, predator, tikus lain, dan manusia (Priyambodo, 2003). Habitat tiap spesies tikus berbeda-beda, tetapi hal tersebut tidak membatasi wilayah penyebarannya.  Tikus pohon selain ditemukan di sekitar perkebunan kelapa dan kelapa sawit juga sering ditemukan di perkebunan kakao, lahan persawahan, areal pertanian, lapangan terbuka, dan pekarangan rumah (Meehan 1984). Daerah penyebaran utama dari tikus pohon adalah di Indonesia (Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera), Malaysia, Singapura, dan Thailand).

C.    Pengendalian
                  Tikus pohon (Rattus tiomanicus) adalah hama penting pada perkebunan kelapa sawit. Pengendalian serangan tikus pohon pada perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan memberikan perlakuan pada tanaman kelapa sawit dan perlakuan untuk mengendalikan populasi tikus pohon. Pengendalian serangan tikus pohon dengan memberi perlakuan pada tanaman kelapa sawit, yaitu dengan menggunakan membuat pagar individu, member ipolybag, dan pemberian klerat/ramotal. Pemberian pagar individu memiliki kelebihan mudah dilakukan dan ramah terhadap lingkungan. Namun, kekurangannya adalah biaya mahal, hanya untuk TBM (tanaman belum menghasilkan), mengganggu pertumbuhan kelapa sawit, keberhasilan perlakuan tergantung kedisiplinan petugas pemasang pagar di lapangan, populasi tukus tetap tinggi karena tikus tidak mati dan itu mmbahayakan TM (tanaman menghasilkan), dan pengendalian bersifat sementara. Penggunaan polybag memiliki kelebihan seperti, murah, mudah dilakukan, dan ramah lingkungan. Kekurangannya adalah sama dengan perlakuan pemberian pagar individu. Penggunaan perlakuan kleret/ramotal memiliki kelebihan seperti bahan mudah didapat, dapat digunakan pada TBM dan TM, dan mudah dilakukan. Kekurangannya, antara lain mahal, tidak ramah lingkungan, tergantung produsen rodentisida, dan dapat terjadi kekebalan/ kejeraan tikus.
                  Beberapa pengendalian kerap dilakukan, tetapi belum mampu memberikan hasil yang maksimal dalam mengendalikan tikus pohon (R. tiomanicus) yang menjadi hama tanaman kelapa sawit. Pengendalian yang lain, yaitu pengendalian untuk mengendalikan populasi tikus pohon (R. tiomanicus), yaitu dengan menggunakan musuh alami. Musuh alami yang biasa digunakan untuk mengendalikan populasi tukus pohon (R. tiomanicus) sehingga serangan tikus pohon (R. tiomanicus) pada tanaman kelapa sawit dapat diminimalisir, yaitu barn owl (Tyto alba). Beberapa kelebihan penggunaan Tyto alba dalam mengendalikan populasi tikus pohon (R. tiomanicus) di perkebunan kelapa sawit adalah ramah lingkungan (tidak ad bangkai tikus atau pencemaran rodentisida), mudah dilakukan, 60% lebih murah daripada menggunakan rodentisida, tidak perlu pengawasan ketat karena secara alami Tyto alba akan berburu tikus untuk kebutuhan makanannya, populasi tikus dapat dikendaikan di bawah ambang ekonomi sepanjang tahun, serta mudah dilaksanakan dan tidak tergantung produsen lain (missal seperti rodentisida). Namun, kekurangannya adalah penggunaan Tyto alba ini hanya pada TM.
                  Burung hantu T. alba merupakan predator hama tikus yang sangat potensial karena 90% makanannya berupa tikus. Seekor T. alba dapat memangsa 300 ekor tikus per tahun atau 4 ekor tikus dalam satu malam. Perkembangan cepat dan daya jelajah tinggi sejauh 3-12 km. Oleh karena itu, penggunaan T. alba efektif dan efisien dalam mengendalikan serangan tikus pohon (R. tiomanicus) pada perkebunan kelapa sawit.




DAFTAR PUSTAKA

A., Dhamayanti. 2009. Kajian Sosial Ekonomi Pengendalian Hama Tikus Pohon, Rattus timanicus Miller, dengan Burung Hantu Tyto alba pada Perkebunan Kelapa Sawit. Seminar Nasional Perlindungan Tanaman 5-6 Agustus 2009. (http : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/54330/Kajian%20sosial%20ekonomi.pdf?sequence=1). Diakses tanggal 8 Oktober 2012.

Rabu, 18 Desember 2013

IDENTIFIKASI HAMA : Pseudococcus citriculus (Kutu Putih)



KLASIFIKASI
Kingdom         : Animalia
Phylum           : Arthropoda
Class               : Insecta
Order               : Hemiptera
Suborder         : Sternorrhyncha
Family            : Pseudococcidae
Genus              : Pseudococcus
Spesies            : Pseudococcus citriculus




 




Kutu putih pepaya memilliki telur berwarna kuning kehijauan di dalam kantung telur (ovisac) yang panjangnya dua kali lipat atau lebih daripada panjang tubuhnya. Keseluruhan kantung telur ditutupi oleh lilin putih (Miller & Miller, 2002).
Nimfa kutu putih pepaya instar pertama disebut crawler dan belum dapat dibedakan jenis kelaminnya. Panjang tubuh nimfa instar pertama adalah rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,2 mm dengan kisaran 0,2-0,3 mm (Miller & Miller, 2002). Nimfa kutu putih pepaya instar kedua sudah dapat dibedakan jenis kelaminnya dengan melihat warna tubuhnya. Nimfa instar dua jantan tubuhnya berwarna merah muda, sedangkan yang betina berwarna kuning. Kutu putih pepaya instar kedua memiliki panjang tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,5- 0,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm (Miller & Miller, 2002).
Kutu putih pepaya instar ketiga betina memiliki panjang rata-rata 1,1 mm dengan kisaran 0,7-1,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,3- 1,1 mm (Miller & Miller 2002). Secara umum kutu putih pepaya instar ketiga betina ukuran tubuhnya lebih besar dan lebih lebar dibandingkan dengan yang jantan (Friamsa, 2009).
Imago betina memiliki permukaan tubuh yang dilapisi oleh lilin putih tipis, memiliki rangkaian filamen lilin di sekitar tepi tubuh bagian posterior yang berukuran 1/4 kali panjang tubuhnya dan tidak memiliki sayap. Panjang tubuh imago betina rata-rata 2,2 mm dengan kisaran 1,5-2,7 mm dan lebar tubuh rata-rata 1,4 mm dengan kisaran 0,9-1,7 mm (Miller & Miller 2002). Imago betina biasanya meletakkan 100-600 telur dalam satu kantung telur (ovisac). Peletakan telur biasanya berlangsung dalam 10 hari, dan pada hari kesepuluh nimfa instar satu atau crawler sudah mulai aktif mencari makan (Walker et al, 2003).
Imago jantan berwarna merah muda, terutama pada masa pra pupa dan pupa, sedangkan pada saat instar pertama dan kedua berwarna kuning. Panjang tubuh imago jantan rata-rata 0,6 mm dengan kisaran 0,5-1,0 mm dan lebar tubuh 0,3 mm dengan kisaran 0,2-0,6 mm (Gambar 1B). Imago jantan memiliki antena dengan 10 segmen, aedagus terlihat jelas, memiliki sejumlah pori lateral dan sayap berkembang dengan baik (Miller & Miller,  2002).
Telur diletakkan di bagian bawah daun yang sejajar dengan tangkai dan tulang daun. Telur Kutu putih berbentuk bulat berwarna kuning kehijauan dan ditutupi oleh massa seperti kapas dan akan menetas dalam waktu 10 hari setelah diletakkan (Walker et al., 2003). Telur diletakkan secara berkelompok dalam sebuah kantung (ovisak), kantung telur terbuat dari benang-benang lilin yang sangat lengket. Telur yang tidak berhasil menetas akan berubah warnanya setelah satu hari menjadi agak kehitaman, sedangkan telur yang berhasil menetas berwarna kuning tua. Imago betina sewaktu meletakkan telur posisi abdomen ditekukkan ke bawah dan ovipositor tegak lurus pada permukaan tanaman. Lalu telur diletakkan pada bagian bawah permukaan tanaman. Setelah meletakkan telur yang pertama, imago kutu putih akan maju beberapa langkah dan proses peletakan telur berikutnya segera dimulai. Telur diletakkan di sisi telur terdahulu, sehingga letak telur berjejer sepanjang tangkai dan tulang daun. Pada pengamatan perkembangan stadium telur kutu putih pada tanaman pepaya, diperoleh rata-rata lama stadium telur adalah 7,0±0,67 hari .Telur akan menetas dalam waktu 10 hari setelah diletakkan. Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi lama stadium telur, terutama suhu.
Siklus Hidup Kutu Putih. Kutu putih pepaya betina dan jantan memiliki tahapan perkembangan hidup yang berbeda. Kutu putih pepaya betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertahap), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama hingga ketiga, dan stadium imago yang tidak memiliki sayap. Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan satu generasi adalah sekitar satu bulan dan bergantung pada temperatur. Kutu putih pepaya jantan mengalami metamorfosis holometabola (metamorfosis sempurna), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama, instar kedua, instar ketiga yang disebut prapupa, dan instar keempat berupa pupa, dan stadium imago yang memiliki sepasang sayap (Tanwar et al., 2010).
Gejala serangan. Hama kutu putih biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Mereka merusak dengan cara mengisap cairan. Semua bagian tanaman bisa diserangnya dari buah sampai pucuk. Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil dan keriput seperti terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi cendawan jelaga sehingga tanaman yang diserang akan berwarna hitam. Kutu menyukai tempat yang agak teduh tetapi tidak terlalu lembab. Serangga dewasa dan nimfa menghisap bagian tanaman, sehingga terjadi perubahan bentuk yang tidak normal. Pada tanaman yang terserang tampak dipenuhi oleh kutu-kutu putih seperti kapas.
Tanaman Inang. Menurut Miller & Miller (2002) dan Walker et al. (2003) P. marginatus memiliki lebih dari 25 genus tanaman inang, diantaranya tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti pepaya, jeruk, alpukat, terong, kembang sepatu, dan kamboja. Di Indonesia, hama tersebut dilaporkan menyerang 21 spesies tanaman dari beberapa famili seperti Caricaceae, Fabaceae, Aracaceae (talas-talasan), Cucurbitaceae (labu-labuan), Malvaceae (kapas-kapasan), Convolvulaceae (kangkung-kangkungan), Myrtaceae (jambu-jambuan), Moraceae, Rubiaceae, dan Apocynaceae (Sartiami et al., 2009). Selain menyerang tanaman pertanian, kutu putih pepaya juga menyerang gulma, yaitu Abutilon indicum, Achyranthus aspera, Cleome viscosa, Commelina benghalensis, Convolvulus arvensis, Euphorbia hirta, Phyllanthus niruri, Leucas aspera, Ocimum sanctum, Parthenium hysterophorus, Tridax procumbens, Trianthema portulacastrum, dan Canthium inerme (Tanwaret al., 2010).
Pengendalian secara Biologi (Musuh Alami). Menurut Muniappan et al. (2006), musuh alami untuk kutu putih pepaya di daerah asalnya di Meksiko adalah Acerophagus papayae Noyes and Schauff, Anagyrus loecki Noyes and Menezes, Pseudoleptomastix mexicana Noyes and Schauff. Coccinellid predator yang digunakan untuk mengendalikan kutu putih adalah Cryptolaemus montrouzieri (Coleoptera: Coccinellidae).

Menurut Sartiami et al. (2009b), musuh alami untuk kutu putih pepaya yang ditemukan di wilayah Bogor untuk golongan predator terdiri dari Ordo Diptera dari Famili Syrphidae; Ordo Coleoptera dari Famili Coccinellidae; dan Ordo Neuroptera dari Famili Chrysopidae. Dari golongan parasitoid yang ditemukan adalah Ordo Hymenoptera dari Famili Encyrtidae, Braconidae, Scelionidae, dan Eulophidae. Predator yang ditemukan dari wilayah Bogor sama dengan yang ditemukan di Sukabumi yaitu Scymnus sp.,Curinus coeruleus, Chilocorus sp. dan Cryptolaemus montrouzieri.

Senin, 07 Oktober 2013

identifikasi hama : MACAM MACAM JENIS TIKUS DAN CIRI-CIRINYA


Tikus termasuk dalam binatang pengerat (Ordo Rodentia, rodere : mengerat). Subordo Myomorpha (tikus) merupakan kelompok terbesar dalam ordo Rodentia. Para ahli hewan sepakat menggolongkan tikus ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Rodentia, subordo Myomorpha, famili Muridae, subfamili Murinae, genus Bandicota, Rattus dan Mus.

Ciri paling utama semua Rodentia adalah kemampuannya mengerat benda-benda dengan sepasang gigi seri yang besar, tidak memiliki gigi taring (canina) dan gigi geraham depan (premolar), sehingga diantara gigi seri dan geraham belakang (molar) terdapat celah yang disebut diastema, Celah ini berfungsi untuk membuang kotoran yang ikut terbawa bersama dengan pakannya masuk kedalam mulut. Misalnya benda asing atau serpihan kayu yang terlapau besar yang mampu membuatnya tersedak akan keluar melalui rongga yang terdapat antara gigi seri dan gigi gerahamnya. Pada lapisan luar gigi seri terdapat email yang amat keras, sedangkan bagian dalamnya tanpa lapisan email sehingga mudah aus. Selisih kecepatan ausnya ini membuat gigi itu selalu tajam. Gigi seri tersebut tumbuh terus menerus dan untuk mengurangi pertumbuhan gigi seri yang dapat membahayakan dirinya sendiri, maka tikus selalu mengerat benda apapun yang ia jumpai. Kekhasan lain pada mulut Rodentia adalah cara penyaringan makanan yang tidak layak dimakan.
Tikus dapat menjadi inang dari vektor beberapa penyakit. Tikus juga dapat merugikan manusia karena menghabiskan dan merusak makanan, tanaman, barang-barang dan lain-lain. Kehidupan tikus disebut juga commensal yaitu makan dan tinggal di dekat kehidupan manusia.
Dilihat dari sudut estetika dan pelayanan umum, tikus dapat menimbulkan citra kurang baik karena mengganggu ketenangan dan kenyamanan, terutama, bila dihubungkan dengan bidang pariwisata.
Hal-hal yang perlu di perhatikan untuk menentukan jenis/spesies tikus adalah sebagai berikut :
a. Warna dan jenis rambut
b. Warna ekor
c. Panjang ekor dari pangkal sampai ujung yaitu dari anus sampai ujung ekor tapi tidak termasuk rambut yang ada di ujung ekor
d. Bentuk dan ukuran tengkorak
e. Panjang total dari ujung hidung sampai ujung ekor
f. Panjang kepala dan badan. Luruskan badan (tulang punggung terbentang lurus) dan ukur dari ujung hidung sampai anus
g. Panjang telapak kaki belakang dari tumit sampai ujung kuku, letakkan kaki belakang di penggaris. Ukur dari tumit sampai ujung jari kaki yang paling panjang, tapi tidak termasuk kuku jari kaki
h. Panjang telinga. Biarkan telinga tegak secara alamiah, ukur dari pangkal daun telinga sampai ujung dan pengukuran dilakukan pada bagian yang paling panjang
i. Berat badan (gram)
j. Jumlah puting susu pada tikus betina yaitu jumlah puting susu bagian dada dan perut (dada + perut). Contoh 2 + 3 = 10 artinya 2 pasang di bagian dada dan 3 pasang di bagian perut sama dengan 10 buah.
Jenis Tikus Ordo Rodentia terdiri dari 2000 spesies, dari subordo Myomorpha (tikus), ada sekitar 15 spesies genus Mus dan lebih dari 500 spesies genus Rattus tersebar di seluruh dunia, kurang lebih 150 spesies tikus yang ada di Indonesia dan hanya beberapa spesies yang paling berperan sebagai hama tanaman, permukiman dan penyebar penyakit pada manusia, yaitu Bandicota indica, Bandicota bengalensis, Rattus norvegicus, Rattus tanezumi, Rattus tiomanicus, Rattus argentiventer, Rattus exulans, Mus musculus, Mus caroli. Dari semua jenis tikus tersebut hanya empat yang menjadi hama penting di bidang permukiman yaitu Bandicota indica, Rattus norvegicus, Rattus tanezumi, Mus musculus. Rodentia komensal (Rodentia yang aktivitas hidupnya di lingkungan permukiman manusia) yang umum dan luas penyebarannya di dunia adalah Rattus norvegicus, Rattus tanezumi, Mus musculus, selain itu jenis tikus yang banyak ditemukan di kapal yang didapat dari pelaksanaan fumigasi yaitu Rattus tanezumi.(7) Berikut ini beberapa spesies tikus dengan ciri-cirinya :
Rattus tanezumi (tikus rumah)
 Spesies ini sangat dominan, terdapat hampir di seluruh dunia, disebut juga tikus rumah (tikus atap), dengan ciri-ciri :
1)      Warna badan atas dan bawah coklat tua kelabu, tinggal dalam rumah dan gudang
2)      Warna ekor semuanya berwarna gelap
3)      Panjang mulai dari kepala sampai ujung ekor (TL = Total Length) 220 – 370 mm
4)      Panjang ekor (T = Tail)  berkisar antara 95 – 115 % dari TL
5)      Panjang telapak kaki belakang (HF = Hind Foot) 33 – 38 mm
6)      Panjang telinga (E = Ear)  19 – 23 mm dan besar
7)      Mammae (M) betina sebanyak 10 buah (2 pasang di bagian dada dan 3 pasang di bagian perut)
8)      Berat (W = Weight) keseluruhan berkisar antara 80 – 300 gram
9)      Kotoran berbentuk kumparan , ± 1, 25 cm.

 Rattus norvegicus (tikus riol)
Spesies ini membuat sarang dengan menggali pada saluran air kotor, di bawah pondasi bangunan dan tempat-tempat yang lembek, banyak terdapat di kota-kota pelabuhan, dengan ciri-ciri :
1)      Bentuk badan besar, moncong tumpul2)      Warna badan coklat kelabu, warna ekor bagian atas agak coklat kegelapan dan bagian bawah berwarna keputih-putihan.3)      TL = 300 – 400 mm4)      T = 80 – 100 %5)      HF = 42 – 47 mm6)      E = 18 – 22 mm, berukuran kecil7)      M = 12 buah (3 pasang + 3 pasang)8)      W = 150 – 600 gram9)      Kotoran besar-besar berbentuk sosis, ± 2 cm.

Mus musculus (mencit rumah)

Warna badan atas dan bawah coklat kelabu, ada juga warna badan bawah agak lebih putih dan ekornya polos seperti badannya, banyak terdapat di dalam rumah dan juga di lapangan rumput di luar rumah, dengan ciri-ciri :
1)      Badannya kecil sekali dengan W = 10 – 21 gram2)      TL = 175 mm3)      T = 95 – 115 %4)      HF = 12 – 18 mm5)      E = 8 – 12 mm6)      M = 10 buah (3 pasang + 2 pasang).

D. Rattus exulans (tikus ladang)
tikus4
 Gambar Rattus exulans
 Warna badan atas coklat kelabu, badan putih kelabu dan terdapat di belukar, kadang-kadang masuk rumah, dengan ciri-ciri :
1)      FL = 220 – 285 mm
2)      T = 95 – 120 %
3)      HF = 24 – 28 mm
4)      E = 17 – 20 mm
5)      M = 8 buah (2 pasang + 2 pasang)
6)      W = 25 – 75 gram.

E. Rattus tiomanicus (tikus belukar, tikus pohon)
tikus5
 Gambar Rattus tiomanicus
 Tikus ini biasanya terdapat pada semak dan kebun, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1)      TL = 245 – 397 mm
2)      T = 123 – 225 mm
3)      HF = 24 – 42 mm
4)      E = 12 – 29 mm
5)      M = 10 buah (2 pasang + 3 pasang)
6)      Warna bulu atas coklat kelabu dan warna bulu bawah putih kelabu.

F.Ratttus argentiventer ( tikus sawah)
tikus6Gambar Ratttus argentiventer
Tikus ini terdapat di sawah dan padang alang-alang, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1)      TL = 270 – 370 mm
2)      T = 130 – 192 mm
3)      HF = 32 – 39 mm
4)      E = 18 – 21 mm
5)      M = 12 buah (3 pasang + 3 pasang)
6)      Warna bulu atas coklat berbintik bintik putih dan warna bulu dibagian tubuh bawah kelabu kelabu.

G. Bandicota indica (wirok besar)
tikus7
Gambar Bandicota indica
 Tikus ini banyak terdapat di daerah berrawa, padang alang-alang dan kadang-kadang di kebun sekitar rumah, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1)      TL = 400 – 580 mm
2)      T = 160 – 315 mm
3)      HF = 47 – 53 mm
4)      E = 29 – 32 mm
5)      M = 12 buah (3 pasang + 3 pasang)
6)      Warna bulu atas coklat hitam dan warna bulu pada bagian bawah berwarna coklat hitam.

H. Bandicota bengalenses(wirok kecil)
tikus8
Gambar Bandicota bengalenses
 Tikus ini terdapat di gudang, permukiman manusia, saluran buangan air di perumahan (got), dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1)      TL  = 360 – 510 mm
2)      T = 150 – 250 mm
3)      HF = 45 – 55 mm
4)      E = 29 – 33 mm
5)      M =12 buah ( 3 pasang + 3 pasang)
6)      Warna bulu atas coklat hitam kelabu dan warna bulu bagian bawah coklat hitam kelabu. (Diolah dari berbagai sumber).


Oleh : Mukhammad Pujianto (staf Seksi Pengendalian Risiko Lingkungan (PRL) KKP Kelas II Semarang) (www.kespelsemarang.com)


Ikuti Saya ^___^

visitors

 

My Blog List

Feedjit

PLANT HOSPITAL Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino