Tampilkan postingan dengan label feromon serangga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label feromon serangga. Tampilkan semua postingan

Kamis, 06 Februari 2014

MINYAK ATSIRI


Minyak atsiri adalah zat berbau atau biasa disebut dengan minyak esential, minyak eteris karena pada suhu kamar mudah menguap di udara terbuka tanpa mengalami penguraian. Istilah esential atau minyak yang berbau wangi dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman penghasilnya. Dalam keadaan murni dan segar biasanya minyak atsiri umumnya tidak berwarna atau kekuning-kuningan dengan rasa dan bau yang khas. Namun dalam penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resi serta warnanya berubah menjadi lebih gelap.

Sumber minyak atsiri dapat diperoleh dari setiap bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, batang, akar, ataupun rimpang. Selain itu dapat larut baik dalam etanol dan pelarut organik, namun sukar larut dalam air dan kurang larut dalam etanol yang kadarnya kurang dari 70 %. Umumnya zat organik pada minyak atsiri tersusun dari unsur C, H, dan O, berupa senyawa alifatis atau aromatis meliputi kelompok hidrokarbon, ester, eter, aldehid, keton, alkohol dan asam.

Secara kimia minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari kelompok terpenoid dan fenil propan. Pengelompokkan tersebut berdasarkan pada awal terjadinya minyak atsiri di dalam tanaman.

Terpenoid berasal dari suatu unit sederhana yang disebut sebagai isoprena. Sehingga dapat dikatakan komponen minyak atsiri termasuk senyawa isoprenoid, karena molekul- molekulnya tersusun dari unit-unit isopren. Sementara fenil propan terdiri dari gabungan inti benzen dan propana. Penyusun minyak atsiri dari kelompok terpenoid dapat berupa monoterpen dan seskuiterpen yang merupakan komponen utama minyak atsiri. Minyak atsiri dapat digunakan sebagai:

1. Menarik serangga (penyerbukan)
2. Untuk kosmetik / parfum
3. Penolak serangga
4. Sebagai bumbu masak
5. Antiseptik (obat)
6. Karminativum

Adapun sifat-sifat minyak atsiri adalah sebagai berikut:

1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa
2. Bau khas
3. Rasa getir, tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas atau dingin bila terasa di kulit
4. Dalam keadaan murni mudah menguap pada suhu kamar
5. Tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak menjadi tengik
6. Tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik oleh oksigen, matahari atau panas
7. Indeks bias umumnya tinggi dan bersifat optis aktif (memiliki atom C asimetrik)
8. Kelarutannya sangat kecil di dalam air
9. Mudah larut dalam pelarut organik

Keberadaan Minyak Atsiri dalam Tanaman

Minyak atsiri terkandung dalam bernagai organ, seperti di dalam rambut kelenjar, dalam sel-sel parenkim, di dalam saluran minyak, di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen ataupun terkandung dalam semua jaringan.

Minyak atsiri dapat terbentuk langsung oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau hidrolisis dari glikosida tertentu. Peranan utama minyak atsiri pada tumbuhan itu sendiri adalah sebagai pengusir serangga (mencegah bunga dan daun rusak), serta sebagai pengusir hewan pemakan daun lainnya. Namun sebaliknya minyak atsiri juga berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu penyerbukan silang dari bunga

A. Biosintesis Komponen Minyak Atsiri

Kerangka dasar komponen minyak atsiri adalah terpen yang terdiri dari satuan isoprena. Satuan isoprena yang berperan aktif secara biosintetik adalah isopentenil pirofosfat, dimetil alil pirofosfat serta senyawa yang terbentuk dari asam asetat lewat jalur biosintesis asam mevalonat. Geranil piropsfat adlah prekursor C10dari terpen dan berperan penting dalam pembentukan monoterpen siklik serta dibentuk melalui kondensasi dari masing-masing satuan isopentenil.

Prekursor pertama untuk komponen fenil propanoid dalam minyak atsiri adalah asam siamat dan asam p-hidroksi sinamatyang juga dikenal sebagai asam p-kumarat. Dalam tanaman, senyawa ini dibentuk dari asam amino aromatik fenilalanin dan tirosin yang akhirnya disintesis lewat jalur asam sikimat yang dapat dibantu oleh Escherichia coli yang membutuhkan asam amino aromatik untuk pertumbuhannnya. Asam sikimat selanjutnya akan menghasilkan asam korismat yang bisa menghasilkan triptofan lewat jalur asam antranilat dan asam prefenat . asam prefanat mengalami dehidrasi dan dekarboksilasi sehingga menghasilkan asam fenilpiruvat (prekursor fenilalanin), atau justru mengalami dehidrogenasi dab dekarboksilasi menghasilkan asam p-hidroksifenil piruvat (prekursor tirosin).

B.  Metode Isolasi Minyak Atsiri

Metode isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

1. Penyulingan (destilasi)

Penyulingan adalah proses pemisahan komponen berdasarkan perbedaan titik didihnya. Prinsip dasar penyulingan adalah cairan dirubah menjadi uap pada titik didihnya, kemudian uap tersebut dikondensasikan lagi ke dalam bentuk cairan dengan proses pendinginan
Penyulingan dapat dilakukan dengan bebagai cara, yaitu :
a. Penyulingan dengan air
b. Penyulingan dengan air dan uap
c. Penyulingan dengan uap

2. Ekstraksi/ penyarian dengan pelarut organik (mudah menguap) yang sesuai

Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri yang terdapat dalam simplisia dengan pelarut organik yang mudah menguap yang sesuai. Metode penyarian digunakan untuk minyak-minyak atsiri yang tidak tahan dengan pemanasan. Metode ini banyak digunakan karena rendahnya kadar minyak dalam tanaman, selain itu cara ini dianggap paling efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna di dalam bahan pelarut organik nonpolar.

3. Enflurage

Prinsipnya adalah metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin dan memanfaatkan aktivitas enzim yang diyakini masih aktif selama sekitar 15 hari sejak bahan minyak atsiri dipanen. Metode ini digunakan karena ada beberapa jenis bunga yang setelah dipetik enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa minggu, misalnya bunga melati. Diperlukan perlakuan khusus secara langsung agar tidak mengubah aktivitas enzim.

4. Penyarian dengan lemak padat

Biasanya untuk memperoleh minyak atsiri dari bunga-bungaan
a. tanpa pemanasan (enfleurage)
b. dengan lemak panas (maserasi)

5. Pemerasan

Umumnya dilakukan terhadap bahan berupa buah atau kulit buah dari tanaman yang termasuk keluarga Citrus karena minyak atsirinya rusak oleh penyulingan (tidak stabil dan idak tahan pemanasan). Karena tekanan pada pemerasan, sel-sel yang mengandung minyak lemak pecah dan minyak atsiri keluar dan mengalir ke permukaan. Metode ini hanya cocok untuk minyak atsiri yang rendamannya relatif besar.

6. Penyarian dengan gas CO2

Metode berdasarkan pada kelarutan minyak atsiri yang baik dalam CO2.
Cara Pengujian
Kimia :
a. 2 mg serbuk simplisia ditambah 5 tetes asam sulfat pekat → coklat hitam
b. 2 mg serbuk simplisia ditambah 5 tetes asam encer → kuning
c. 2 mg serbuk simplisia ditambah 5 tetes larutan NaOH 5 % → coklat tua
d. 2 mg serbuk simplisia ditambah 5 tetes kalium iodida 6 % → kuning

Pengujian Mutu

Setiap minyak atsiri mempunyai sifat khas dari senyawa kimia yang menyusunnya. Sifat ini dapat berubah karena proses pengolahan dan penyimpanan → perlu dilakukan.
Pengujian mutu yang dilakukan adalah :
1. Uji organoleptik
2. Uji sifat fisika dan kimia
- warna, kejernihan dan bau - persentase alkohol
- bobot jenis - kadar aldehid dan keton
- putaran optik - kadar fenol
- indek bias - kadar sineol
- bil. Asam - logam berat
- bil. Ester dan bil. Penyabunan

Penentuan Minyak Atsiri

a. KLT
b. KGC
c. SM
Pereaksi Warna / Penampak bercak :
- Anisaldehid – H2SO4
- Vanilin – H2SO4
- H2SO4 pekat
- SbCl3 dalam CHCl3
- Larutan KMnO4 0,2 % dalam air

Tanaman Penghasil Minyak Atsiri

a. Minyak kapulaga
b. Minyak kenanga
c. Minyak kayu manis
d. Minyak ketumbar
e. Minyak sereh
f. Minyak melati
g. Minyak lavender
h. Minyak pala
i. Minyak lada
j. Minyak mawar
k. Minyak nilam
l. Minyak cendana
m. Minyak akar wangi
n. Minyak jahe


PEMANFAATAN FEROMON ALAMI UNTUK SERANGGA


Penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian hama tanaman saat ini banyak menimbulkan dampak negatif. Masalah pencemaran lingkungan merupakan akibat yang jelas terlihat, selain itu penggunaan pestisida secara terus menerus juga dapat menyebabkan resistensi hama dan bahkan meninggalkan residu pestisida pada produk hasil pertanian yang bisa berbahaya apabila dikonsumsi manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian hama secara ramah lingkungan, seperti penggunan pestisida nabati atau biopestisida.
Selain dengan pestisida nabati ada salah satu cara pengendalian hama tanaman secara ramah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan dan serangga (hama). Serangga menggunakan senyawa kimia untuk berkomunikasi dengan serangga lain, demikian juga dengan tumbuhan memiliki senyawa kimia yang dikeluarkan untuk menarik serangga penyerbuk (attractant), ataupun untuk mempertahankan diri (protectant). Dengan memanipulasi senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh serangga ataupun tanaman diharapkan akan dapat menurunkan populasi hama dengan cara menghambat kehadiran hama tersebut dalam suatu areal pertanaman budidaya.
Sebelum dijelaskan tentang cara memanipulasi senyawa kimia yang disekresikan oleh serangga dan tumbuhan untuk pengendalian hama, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis senyawa kimia tersebut. Senyawa-senyawa kimia yang digunakan oleh serangga untuk berkomunikasi dengan serangga lain ataupun dengan tumbuhan diantaranya adalah:
1.  Feromon, merupakan bahan yang disekresikan oleh organisme, dan berguna untuk berkomunikasi secara kimia dengan sesamanya dalam spesies yang sama. Berdasarkan fungsinya ada dua kelompok feromon yaitu:
a. Feromon “releaser”, yang memberikan pengaruh langsung terhadap sistem syaraf pusat individu penerima untuk menghasilkan respon tingkah laku dengan segera. Feromon ini terdiri atas tiga jenis, yaitu feromon seks, feromon jejak, dan feromon alarm.
b. Feromon primer, yang berpengaruh terhadap system syaraf endokrin dan reproduksi individu penerima sehingga menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis.
2.  Allomon, adalah suatu senyawa kimia atau campuran senyawa kimia yang dilepas oleh suatu organisme dan menimbulkan respon pada individu spesies lain. Organisme pelepas memperoleh keuntungan, sedang penerimanya dirugikan. Bagi tumbuhan, allomon ini dapat dipakai sebagai sifat pertahanan dari serangan serangga herbivora. Allomon dapat juga dilepaskan oleh serangga untuk menolak predator.
3.  Kairomon, adalah suatu senyawa kimia atau campuran senyawa kimia yang dilepas oleh suatu organisme dan menimbulkan respon fisiologis dan perilaku pada individu spesies lain. Senyawa kimia tersebut menimbulkan keuntungan adaptif bagi serangga, individu penerima. Sebagai contoh adalah kairomon yang dihasilkan tanaman jagung, yaitu tricosan, yang dapat menarik Trichogramma evanescens agar dapat menemukan inangnya, yaitu telur Helicoverpa zea.
4.  Apneumon, adalah senyawa kimia yang menjadi penghubung antara serangga dengan benda mati. Serangga tersebut terus berkembang biak dengan suburnya dan menjadi makanan beberapa spesies predator.
5. Sinomon, adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme yang dapat menimbulkan respon fisiologis atau perilaku yang memberikan keuntungan adaptif pada kedua belah pihak.
Teknik pemanfaatan senyawa-senyawa kimia tersebut sebagai salah satu alternatif pengendalian hama tanaman adalah sebagai berikut.
A. Pemanfaatan senyawa feromon sintesis (feromoid)
Senyawa feromon seks beberapa spesies serangga telah diidentifikasi, dan telah pula dibuat sintesisnya antara lain Spodoptera litura. Serangga hama yang lain adalah Helicoverpa armigeradengan bentuk senyawa (z,z)-13, 15-oktadekadiena-1-ol asetat dan (z,z)-11, 13-oktadekadiena-1-ol asetat. Senyawa kimia feromon seks Lasioderma serricorne (F.) telah pula diidentifikasi dan dikarakterisasi dengan bentuk senyawa 4,6-dimetil-7-hidroksinonan-3-one. Pemanfaatan feromoid (feromon sintesis) selain untuk memantau populasi juga dapat untuk mengacaukan perkawinan (mating disruption). Dengan kacaunya perkawinan maka tidak banyak telur yang bisa menetas sehingga populasi tertekan. Teknologi ini telah digunakan untuk mengendalikan Plutella xylostella pada kubis, Pectinophora gossypiella (Saund.) pada kapas, serta Grapholita funebrana (F.) dan G. prumifora (F.) pada apel.
B. Pola tanam tumpangsari dan tanaman perangkap
Sistem tumpangsari sering menyebabkan penurunan kepadatan populasi hama dibanding system monokultur, hal ini disebabkan karena peran senyawa kimia mudah menguap (atsiri) yang dilepas dan gangguan visual oleh tanaman bukan inang akan mempengaruhi tingkah laku dan kecepatan kolonisasi serangga pada tanaman inang. Sebagai contoh, tanaman bawang putih yang ditanam diantara tanaman kubis dapat menurunkan populasi Plutella xylostella yang menyerang tanaman kubis tersebut. Hal ini karena senyawa yang dilepas oleh bawang putih tidak sama dengan senyawa yang dilepas tanaman kubis sehingga P. xylostella kurang menyukai habitat tanaman tumpangsari tersebut. Tanaman bawang putih melepas senyawa alil sulfida yang diduga dapat mengurangi daya rangsang senyawa atsiri yang dilepas kubis atau bahkan dapat mengusir hama tersebut.
Penanaman tanaman perangkap di antara tanaman utama juga mulai diterapkan untuk mengendalikan populasi hama. Mekanisme yang terjadi adalah adanya daya tarik yang lebih kuat dari tanaman perangkap dibanding tanaman utama sehingga hama lebih menyukai berada pada tanaman perangkap tersebut. Salah satu tanaman yang mampu menarik serangga hama dan musuh alaminya adalah jagung. Tanaman jagung sebagai perangkap telah berhasil diterapkan untuk mengendalikan Helicoverpa armigera pada kapas.
C. Pemasangan Senyawa / Minyak Atsiri
Prinsip dasar teknik ini sama dengan pola tanam tumpangsari. Perbedaannya, pada teknik ini tidak perlu menanam tanaman sela di antara tanaman utama, melainkan hanya memasang senyawa atsiri, baik sintetis maupun hasil ekstraksi alami (minyak atsiri), di tempat-tempat tertentu pada areal tanaman budidaya. Sampai saat ini senyawa atsiri yang paling banyak digunakan adalah metil eugenol sebagai perangkap hama lalat buah jantan. Senyawa 1,8-cineole yang merupakan senyawa penarik bagi hama pisang, yaitu kumbang Cosmopolites sordidus. Selain untuk mengendalikan hama yang menyerang pertanaman, senyawa atsiri juga telah diuji untuk mengendalikan hama gudang. Senyawa phenol thymol dan carvacrol yang berasal dari tanaman Thymus serpyllum serta terpinen-4-ol yang berasal dari Origanum majorama dapat digunakan sebagai fumigan uintuk hama kumbang kedelai Acanthoscelides obtectus. Eugenol yang berasal dari bunga cengkeh efektif terhadap hama Tribolium castaneumSitophilus zeamais, danProstephanus truncatus. Dengan demikian senyawa-senyawa atsiri ini nantinya diharapkan dapat digunakan untuk menggantikan bahan fumigasi kimia yang telah diaplikasikan selama ini di gudang-gudang penyimpanan. Penelitian dalam skala komersial perlu dilakukan untuk membuktikan efektifitas teknologi ini.
D. Pemanfaatan sampah/ bahan organik
Teknik ini memanfaatkan senyawa apneumon sebagai senyawa kimia penghubung antara serangga dengan benda mati. Sampah sebagai sarang musuh alami, khususnya predator, tampaknya belum terpikirkan untuk sarana pengendalian hama. Sampah (bekas gulma yang disiang) merupakan media hidup yang baik bagi musuh alami. Sampah yang lapuk tersebut sebenarnya merupakan media hidup mikroorganisme yang menjadi makanan predator. Akibatnya populasi hama tanaman dapat ditekan dengan meningkatnya predator tersebut. Contoh yang lain adalah kumbang kelapa Oryctes rhinoceros L. yang meletakkan telurnya pada kotoran sapi yang sudah lapuk atau tumpukan batang kelapa yang lapuk. Dengan demikian akan terjadi akumulasi larva pada satu tempat, khususnya apabila disediakan perangkap, sehingga pengendalian mekanis mudah, murah dan cepat dilakukan.
Dengan menerapkan teknik-teknik tersebut pada lahan pertanian diharapkan dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia yang kita tahu banyak minimbulkan dampak negatif. Selain itu juga menghemat biaya untuk pengendalian hama tanaman.
REFERENSI
Istianto, Mizu. 2007. Pemanfaatan Minyak/Senyawa Atsiri Dalam Pengendalian Populasi Hama Tanaman, (Online)  http://horticlinic.blogspot.com
Mudjiono, G. 1998. Hubungan Timbal Balik Serangga Tumbuhan. Evolusi Serangga-Tumbuhan. LPFP. Unibraw. 96p
Soebandrijo. 1999. Pemanfaatan Hubungan Timbal Balik Antara Serangga Fitofagus dan Tumbuhan Sebagai Alternatif Pengelolaan Serangga Hama Tembakau. Prosiding Semiloka Teknologi Tembakau. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. Malang
Soebandrijo dan G. Kartono. 1982. Sarang dan Populasi Pra-Dewasa Penggerek Pucuk Kelapa. Pemberitaan Penelitian Tanaman Industri VII (41):17-20

Kamis, 21 November 2013

MACAM-MACAM FEROMON DAN FUNGSINYA


1.Feromon merupakan bahan yang disekresikan oleh organisme, dan berguna untuk berkomunikasi secara kimia dengan sesamanya dalam spesies yang sama. Berdasarkan fungsinya ada dua kelompok feromon yaitu:
Feromon “releaser”, yang memberikan pengaruh langsung terhadap sistem syaraf pusat individu penerima untuk menghasilkan respon tingkah laku dengan segera. Feromon ini terdiri atas tiga jenis, yaitu feromon seks, feromon jejak, dan feromon alarm.
Feromon primer, yang berpengaruh terhadap system syaraf endokrin dan reproduksi individu penerima sehingga menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis.

2.   Allomon adalah suatu senyawa kimia atau campuran senyawa kimia yang dilepas oleh suatu organisme dan menimbulkan respon pada individu spesies lain. Organisme pelepas memperoleh keuntungan, sedang penerimanya dirugikan. Bagi tumbuhan, allomon ini dapat dipakai sebagai sifat pertahanan dari serangan serangga herbivora. Allomon dapat juga dilepaskan oleh serangga untuk menolak predator.

3.   Kairomon adalah suatu senyawa kimia atau campuran senyawa kimia yang dilepas oleh suatu organisme dan menimbulkan respon fisiologis dan perilaku pada individu spesies lain. Senyawa kimia tersebut menimbulkan keuntungan adaptif bagi serangga, individu penerima. Sebagai contoh adalah kairomon yang dihasilkan tanaman jagung, yaitu tricosan, yang dapat menarik Trichogramma evanescens agar dapat menemukan inangnya, yaitu telurHelicoverpa zea.

4.   Apneumon adalah senyawa kimia yang menjadi penghubung antara serangga dengan benda mati. Serangga tersebut terus berkembang biak dengan suburnya dan menjadi makanan beberapa spesies predator.

5.   Sinomon adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme yang dapat menimbulkan respon fisiologis atau perilaku yang memberikan keuntungan adaptif pada kedua belah pihak

6.   Feromon agregasi adalah feromon yang diperlukan untuk mengumpulkan anggota koloni atau pun individu dan mempengaruhi perilakunya sebagai suatu individu. Kegunaan feromon ini berkisar dari penunjang perilaku makan, mating, berlindung, oviposisi, sampai ke perilaku yang belum terdeteksi secara jelas. Ada yang berhubungan dengan musim (hibernasi), berhubungan dengan amplitudo harian (agregasi istirahat), berhubungan dengan stadia pertumbuhan (larva yang bersifat gregarius) dan perilaku mengumpul lainnya. Setelah sumberdaya yang sementara atau terbatas habis, maka agregasi akan terhenti dengan sendirinya.

7.   Feromon Alarm merupakan feromon yang dipergunakan untuk memperingatkan serangga terhadap bahaya yang datang, apakah itu predator atau bahaya lainnya. Tanggapannya dapat berupa membubarkan diri atau membentuk pertahanan koloni. Beberapa anggota familia Hemiptera dan serangga sosial menggunakan feromon ini untuk menghadapi bahaya. Bahan feromon ini pada afid misalnya, dikeluarkan melalui kornikulanya, yang mengandung bahan feromon alarm umumnya farnesen, dan menyebabkan afid yang berada di sekitarnya menjatuhkan diri, menjauh atau meloncat pergi.

8.   Fagostimulan adalah senyawa kimia yang berfungsi untuk menambah nafsu makan




DAFTAR PUSTAKA

Winoto. 2009. Feromon, Allomon, Kairomon: Sistem Komunikasi Serangga, Konsep Dasar, Elektroantenogram (Eag), Olfaktometer Dan Uji Biologis Lainnya. 

Rabu, 20 November 2013

MENGENAL FEROMON SERANGGA


Feromon, berasal dari bahasa Yunani ‘phero’ yang artinya ‘pembawa’ dan ‘mone’ ‘sensasi’. Feromon merupakan sejenis zat kimia yang berfungsi untuk merangsang dan memiliki daya pikat seks pada hewan jantan maupun betina. Zat ini berasal dari kelenjar eksokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies) (Anonim,2009).

Ketika pertama kali ditemukan pada serangga, feromon banyak dikaitkan dengan fungsi reproduksi serangga. Penemu zat feromon pertama kalinya pada hewan (serangga) adalah Jean-Henri Fabre, ketika pada satu musim semi tahun 1870 an pengamatannya pada ngengat ‘Great peacock’ betina keluar dari kepompongnya dan diletakkan di kandang kawat di meja studinya untuk beberapa lama menemukan bahwa pada pada malam harinya lusinan ngengat jantan berkumpul merubung kandang kawat di meja studinya. Fabre menghabiskan tahun-tahun berikutnya mempelajari bagaimana ngengat-ngengat jantan ‘menemukan’ betina-betinanya. Fabre sampai pada kesimpulan jika ngengat betina menghasilkan ‘zat kimia’ tertentu yang baunya menarik ngengat-ngengat jantan (Anonim,2009).

Alomon adalah zat yang digunakan untuk komunikasi antargenus. Namun, feromon adalah isyarat kimiawi yang terutama digunakan dalam genus yang sama dan saat disekresikan oleh seekor semut dapat dicium oleh yang lain. Saat semut menyekresi cairan ini sebagai isyarat, yang lain menangkap pesan lewat bau atau rasa dan menanggapinya. Penelitian mengenai feromon semut telah menyingkapkan bahwa semua isyarat disekresikan menurut kebutuhan koloni. Selain itu, konsentrasi feromon yang disekresikan semut bervariasi menurut kedaruratan situasi (Anonim,2009).

Feromon dan alomon merupakan bahan kimia yang disekresi keluar tubuh serangga oleh kelenjar eksokrin sehingga bereaksi di luar tubuh (antar individu). Feromon menjembatani komunikasi individu dalam satu spesies. Kegunaannya beragam mulai dari daya tarik antar kelamin, mencari pasangan, mengisyaratkan bahaya, menandai jejak dan wilayah, serta berbagai interaksi intraspesifik lainnya. Sedangkan allomon merupakan bahan kimia yang bekerja menjembatani komunikasi antar spesies dengan keuntungan bagi penghasil allomonnya. Allomon dipergunakan untuk mengusir predator, membingungkan mangsa, dan memediasi interaksi simbiotik (Winoto, 2009). 

Komunikasi Kimiawi

Senyawa penghubung pada tumbuhan dan serangga fitofagus komunikasi serangga dengan lingkungan : melalui perantaraan senyawa kimia yg disebut Semiokhemikal. Semiokhemikal digolongkan :
-Feromon
-Alelokhemik
Alelokhemik :
Allomone, senyawa ini menimbulkan respon penolakan 
Kairomone, senyawa ini menimbulkan respon menarik kehadiran serangga
Synomone, senyawa ini menimbulkan respon simbiotik
Apneumone, senyawa penghubung antara serangga dengan benda mati
Alomon adalah zat yang digunakan untuk komunikasi antargenus. Feromon adalah isyarat kimiawi yang terutama digunakan dalam genus yang sama (Sutrisno, 2008).

Jenis feromon

Menurut Sutrisno (2008), feromon dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya : 
-Feromon seks, 
-Feromon jejak, 
-Feromon alarm, 
-Feromon agregasi,
-Feromon penanda wilayah dan penunjuk jalan,

Feromon agregasi adalah feromon yang diperlukan untuk mengumpulkan anggota koloni atau pun individu dan mempengaruhi perilakunya sebagai suatu individu. Kegunaan feromon ini berkisar dari penunjang perilaku makan, mating, berlindung, oviposisi, sampai ke perilaku yang belum terdeteksi secara jelas. Ada yang berhubungan dengan musim (hibernasi), berhubungan dengan amplitudo harian (agregasi istirahat), berhubungan dengan stadia pertumbuhan (larva yang bersifat gregarius) dan perilaku mengumpul lainnya. Setelah sumberdaya yang sementara atau terbatas habis, maka agregasi akan terhenti dengan sendirinya (Winoto, 2009). 

Feromon agregasi tersebar penggunaannya pada berbagai ordo seperti misalnya Orthoptera, Homoptera, Hemiptera, Coleoptera dan Hymenoptera. Familia yang paling banyak dipelajari adalah Scolytidae, Coleoptera; terutama pada kumbang kulit kayu; seperti genus Dendrocnotus dan Ips. Yang menarik, hampir semua feromon agregasi kumbang kulit kayu adalah monoterpen yang secara rumus bangun mirip dengan jenis yang dihasilkan oleh pohon inangnya. Reaksi agregasi merupakan tanggapan terhadap campuran molekul serupa yang saling menunjang efektivitas masing-masing. Komponen molekul serupa semacam itu membentuk suatu kerja kimia yang disebut sinergistik. Masing-masing senyawa sinergis mungkin cukup efektif sebagai molekul tunggal, tetapi lebih efektif jika bahan tersebut bercampur, jauh lebih efektif dibanding sekadar jumlah total efektivitas masing-masing (Winoto, 2009). 

Feromon Alarm merupakan feromon yang dipergunakan untuk memperingatkan serangga terhadap bahaya yang datang, apakah itu predator atau bahaya lainnya. Tanggapannya dapat berupa membubarkan diri atau membentuk pertahanan koloni. Beberapa anggota familia Hemiptera dan serangga sosial menggunakan feromon ini untuk menghadapi bahaya. Bahan feromon ini pada afid misalnya, dikeluarkan melalui kornikulanya, yang mengandung bahan feromon alarm umumnya farnesen, dan menyebabkan afid yang berada di sekitarnya menjatuhkan diri, menjauh atau meloncat pergi (Winoto, 2009). 

Fungsi Feromones

Ada beberapa fungsi feromon diantaranya :
1. Mempertemukan jantan dan betina kawin
2. Agregasi pada makanan
3. Oviposisi 
4. Alarm bila diserang
5. Kontrol perilaku kasta dalam semut
6. Stimulasi migrasi
7. Menghindari multioposisi (Sutrisno, 2008).








DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Feromon. http://id.wikipedia.org/wiki/feromon. 5 Juni 2009.

Nurnasari, E. 2009. Pemanfaatan Senyawa Kimia Alami Sebagai Alternatif Pengendalian Hama Tanaman . http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_pangan/pemanfaatan-senyawa-kimia-alami-sebagai-alternatif-pengendalian-hama-tanaman/. 11 Juni 2009.

Sutrisno, S. 2008. Chemical Control Systems: Pheromones , Attractants , Repellents pada Hama Pemukiman http://www.pestclub.com/index.php?show=news&task=show&id=12. 5 Juni 2009.

Tarumingkeng, R. C. 2001. Serangga dan Lingkungan. http://rudyct.com/SERANGGA_LINGK.htm. 5 Juni 2009.

Winoto. 2009. Feromon, Allomon, Kairomon: Sistem Komunikasi Serangga, Konsep Dasar, Elektroantenogram (Eag), Olfaktometer Dan Uji Biologis Lainnya. 11 Juni 2009.

Ikuti Saya ^___^

visitors

 

My Blog List

Feedjit

PLANT HOSPITAL Copyright © 2009 Flower Garden is Designed by Ipietoon for Tadpole's Notez Flower Image by Dapino