Virus telah menginfeksi makhluk hidup 300 juta tahun
lalu. Elisabeth Herniou, peneliti pada University of Tours di Perancis, kepada Livescience, Senin
(12/9/2011), memaparkan, penelitian itu membantu pengetahuan seputar adaptasi
virus dan proses evolusinya. Peneliti mempelajari virus parasit pada lebah (bracovirus).
Virus adalah organisme nonseluler
yang mengandung DNA atau RNA. Karena virus hanya bisa memperbanyak diri pada
jaringan yang hidup, maka semua virus adalah parasit interseluler obligat.
Sesudah memperbanyak genom DNA atau RNA dalam sel inangnya, virus akan
terbungkus dalam partikel yang dikenal sebagai virion yang merupakan partikel
infektif untuk menginfeksi lagi inang baru.
Virus dibagi berdasarkan
komposisi asam nuleat, struktur genom dan morfologi eksternal dari pembungkus.
Ukuran virus dapat dari kecil ke besar sehingga dapat dilihat dengan mikroskop
cahaya. Virus terbesar adalah pox virus, mempunyai ukuran virion mencapai 470
nanometer. Morfologi virus harus diinvestigasi menggunakan mikroskop electron
dan menggunakan teknik biologi molecular. Struktur dasar virus adalah viral DNA
atau RNA yang dikelilingi oleh kapsul protein dan ini dikenal sebagai virion.
Nama latin tidak digunakan untuk memberi nama virus. Virus diklasifikasikan
kedalam famili, dan individual virus diberi nama sesuai dengan ditemukan
pertama kali pada serangga inang seperti Spodoptera
litura NPV, Helicoverpa armigera
NPV.
Ada enam kelompok virus serangga yaitu baculovirus,
cytoplasmic-polyhedrosis virus, entomopoxvirus, iridovirus, densovirus danvirus
yang memiliki RNA kecil. (Payne dan Kelly, 1981). Diantara virus-virus tersebut
yang telah direkomendasikan dan dikembangkan dewasa ini yaitu dari Kelompok
Baculovirus sub kelompok NPV (Nuclear Polihedrosis Virus). NPV banyak
diketemukan pada permukaan tanaman dan tanah , infeksi ke serangga inang
melalui saluran pencernaan. Beberapa NPV yang telah dikembangkan diantaranya
yaitu :
·
Sl-NPV
(Spodoptera Litua-NPV), mengendalikan ulat Grayak pada Palawija,
·
Se-NPV
(Spodoptera exigua-NPV), mengendalikan ulat tanaman bawang,
·
Ha-NPV
(Helicoperve armigera-NPV), mengendalikan ulat penggerek buah palawija.
·
Ms-NPV
(Mymthimna separata –NPV) untuk mengendalikan ulat grayak tanaman Padi
NPV bersifat spesifik inang. Meskipun
memiliki potensi yang cukup tinggi, keberadaaannya dilapangan secara alamiah
dan teknologi pemanfaatannya telah diketahui namun dalam hal ini masih belum
dimanfaatkan secara luas dan maksimal.
NPV banyak menginfeksi serangga
dan setiap spesies mempunyai spesifik spesies. NPV menginfeksi lebih dari 500
spesies, Lepidoptera adalah inang yang penting dari NPV. Partikel infektif dari
virus atau virion ini dapat terbungkus oleh single SNPV atau multiple MNPV.
Polyhedra dari NPV mengandung beberapa sampai banyak virion.
Sesudah tertelan oleh inang dan
akan bereproduksi di dalam sel midgut, atau jaringan lain dan organ serangga
menjadi terinfeksi terutama tubuh lemak, epidermis dan sel darah. Serangga yang
terinfeksi umumnya akan mati setelah 5-12 hari sesudah infeksi tergantung pada
dosis virus, temperatur dan stadia larva instar ketika terjadi infeksi. Seperti
pada serangan cendawan, perilaku seperti summit diseases terjadi pada serangga
yang terserang NPV. Serangga yang akan mati akan naik ke atas tanaman dimana
mereka mati dan. Jutaan polyhedra yang terkandung pada cairan tubuh serangga
yang mati dan pecah akan jatuh ke bawah dalam feeding zone (daun, sisa-sisa
daun) yang mungkin akan termakan oleh ulat sehat yang lain.
Virus ini berbentuk batang dan terdapat dalam inclusion bodies
yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak dan terdapat
didalam inti sel yang rentan dari serangga inang, seperti hemolimfa, badan
lemak, hypodermis dan Matriks trakea. Polihedra berukuran 0,5 –15 um dan
mengandung partikel virus (virion).
Virion berbentuk batang, berukuran 40 – 70 nm x 250 – 400 nm dan
mengandung molekul deoxy-ribonucleid acid (DNA) (iggnoffo and Couch, 1981, Tanada
dan Kaya, 1993). Morfologi polihedra dan virion dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop elektron.
Virus ini membentuk polihedra yang tersusun dari protein
polihedrin, yang akan larut pada saluran pencernaan larva bagian tengah
(midgut) yang bersifat basa (pH 9.5-11) (Flipsen, 1995). Setelah polihedra
larut, virion akan lepas dan menembus membran peritrofik dari saluran
pencernaan larva. Selanjutnya, virion akan terus masuk ke dalam sel-sel saluran
pencernaan larva, bereplikasi dan menghasilkan budded virus yang akan menyebar
untuk menginfeksi sel-sel lain dalam tubuh serangga (Hawtin, et al., 1992 ; Volkman,
1997).
Sebagai agens pengendali OPT secara
hayati, NPV memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain :
·
Memiliki
inang spesifik dalam kelompok genus atau familia yang sama.
·
Tidak
mempengaruhi parasitoid dan predator dan tidak membahayakan serangga bukan
sasaran, manusia dan lingkungan.
·
Dapat
mengatasi masalah kereistensian OPT terhadap insektisida kimiawi
·
Kompatibel
dengan insektisida kimiawi lainnya. ( Maddox, 1975; Starnes et.al, 1993)
Disamping sifat menguntungkan , NPV juga memiliki sifat merugikan
antara lain :
· Peka terhadap
sinar matahari
· NPV memiliki daya
bunuh lambat dibandingkan dengan Insektisida
· Dipengaruhi oleh
keadaan alam n(Suhu tinggi > 40 oC, bersifat asam pH 4-9 dan pengaruh bahan
kimia formalin / natrium hipoklori/desinfektan).
REFERENSI
REFERENSI
Arifin, M, Penggunaan Virus (NPV) dalam penanganan OPT dan
Implementasinya di Lapangan. Makalah Balitbio, Pertemuan Koordinasi Penanganan
OPT dan Perumusan Komponen PHT Spesifik Lokasi tanggal. 3 – 5 Agustus 1997.
Arifin, M, Pemanfaatan Sl-NPV sebagai Agensia Pengendalian Hayati
Ulat Grayak Pda Kedelai, Dalam Makalah Pelatihan Pemanfaatan dan Pengelolaan
Agens Hayati
Belitz,
LA and Waller, DA. 1998. Effect of Temperature and Termite Starvation on
Phagocytosis by Protozoan Symbionts of the Eastern Subterranean Termite
Reticulitermes flavipes Kolla. Microb. Ecol. 36 (2): 175-80
Bignel,l
DE, Eggleton P (2000) Termites in ecosystem. In: Abe T, Bignell DE, Higashi M
(eds) Termites: evolution, sociality,
symbioses, ecology. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, pp 363–388
Breznak,
J. A. 2000. Ecology of prokaryotic microbes in the guts of wood- and
litter-feeding termites. In T. Abe, D. E. Bignell, and M. Higashi (eds.),
Termites: Evolution, sociality, symbiosis, ecology, pp. 209–231. Kluwer
Academic Publ., Dordrecht, NL.
Heriyanto
dan Suharno. 2008. Studi Patogenitas Metarhizium
anisopliae (Meth.) Sor Hasil Perbanyakan Medium Cair Alami Terhadap Larva
Oryctes rhinoceros. J. Ilmu-ilmu Pertanian 4 (1): 47-54.
Inoue,
T., Moriya S, Ohkuma M, Kudo T 2005 Molecular cloning and characterization of a
cellulose gene from a symbiotic protist of the lower termite, Coptotermes
formosanus. Gene 349, 67–75
Kambhampati,
S. and Eggleton, P. 2000. Phylogenetics and taxonomy. In, Abe, T., Bignell, D.
E., Higashi, M. (eds). Termites: Evolution, Sociality, Symbioses, Ecology.
Dordrecht: Kluwer Academic Publishing. pp1-23
Krishna,
K., & F.M. Weesner (eds.). 1969. Biology of Termites [vol. 1]. Academic
Press; New York, New York; xiii+598 pp.
Nakashima,
K., Watanabe H, Azuma J 2002 Cellulase genes from the parabasalian symbiont
Pseudotrichonympha grassii in the hindgut of the wood-feeding termite
Coptotermes formosanus. Cell. Mol. Life. Sci 59
Noirot,
C. and Noirot-Timothée C. 1969. The digestive system. In: Krishna K, Weesner
FM, editors. Biology of Termites, pp 49–88. Academic Press
Ohtoko,
K, Ohkuma M, Moriya S, Inoue T, Usami R, Kudo T 2000 Diverse genes of cellulase
homologues of glycosyl hydrolase family 45 from the symbiotic protists in the
hindgut of the termite Reticulitermes speratus. Extremophiles 4, 343–349.
Prayogo,
Y. Wedanimbi, T dan Marwoto. 2005. Pemanfaatan
Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan Ulat
Grayak Spodoptera litura pada kedelai. Jurnal penelitian dan
pengembangan pertanian 94 (1): 19-26
Priyanti,
Sri. 2009. Kajian Patogenitas Cendawan Metarhizium
anisopliae Pada Media Koalin Untuk Pengendalian Hama Oryctes rhinoceros dalam
Prosiding Simposium I. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat
Penelitian. Bogor 20 Januari 2009 :150
Putra,
Nugroho. Susetya. 2011. Kecoa: Binatang menjijikkan yang sebenarnya bermanfaat.
<http://ilmuserangga.wordpress.com/2011/06/18/kecoa-binatang-menjijikkan-yang-sebenarnya-bermanfaat/>.
Diakses tanggal 24 Juni 2013.
Santoso T, 1992,
Penggunaan Nuclear Polyhedrosis Virus Spodoptera Litura dan Bacillus
thuringensis untuk pengendalian Hama Perusak Daun Kedelai, Seminar Hasil
Penelitian Pendukung Pengendalian Hama Terpadu, Cisarua 7 – 8 September 1992.
Scharf,
M.E. and Tartar, A. (2008) Termite digestomes assources for novel
lignocellulases. Biofuels Bioproducts Biorefining, 2, 540–552
Sismiharjo H, 1996,
Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (Sl-NPV) Sebagai Sarana Pengendali
Hayati terhadap Ulat Grayak Pada Tanaman Kedelai, Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan dan Hortikultura, Direktorat Nbina Perlindungan Tanaman, Jakarta.
Tanaka,
H., Aoyagi, H., Shina, S., Dodo, Y., Yoshimura, T., Nakamura, R. and Uchiyama,
H. .2006. Influence of the diet components on the symbiotic microorganisms
community in hindgut of Coptotermes formosanus Shiraki. Applied and
Environmental Microbiology, 71, 907–917
Todaka,
N., Moriya, S., Saita, K., Hondo, T., Kiuchi, I., Takasu,H., Ohkuma, M., Piero,
C., Hayashizaki, Y. and Kudo, T.2007. Environmental cDNA analysis of the genes
involvedin lignocellulose digestion in the symbiotic protist communityof
Reticulitermes speratus. FEMS Microbiology Ecology, 59,592–599
Watanabe
H, Nakashima K, Saito H, Slaytor M 2002 New endo-β-1,4-glucanases from the
parabasalian symbionts, Pseudotrichonympha grassii and Holomastigotoides
mirabile of Coptotermes termites. Cell. Mol. Life Sci 59
0 comments :
Posting Komentar