Pengamatan
mikrobia endosimbion pada serangga salah satunya menggunakan rayap. Rayap
merupakan salah satu kelompok serangga dengan jumlah keragaman yang besar.
Rayap (Ordo Isoptera) terdiri atas tujuh famili, yaitu Mastotermitidae,
Kalotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae,
dan Termitidae. Sampai sekarang sudah tercatat 14 subfamili, 281 genus dan
lebih dari 2600 spesies termasuk dalam kelompok ini (Kambhampati dan Eggleton,
2000).
Saluran
pencernaan rayap terdiri atas usus depan, usus tengah, dan usus belakang.
Saluran pencernaan ini menempati sebagian besar dari abdomen. Usus depan
terdiri atas esofagus dan tembolok yang dilengkapi dengan kelenjar saliva.
Esofagus dan tembolok memanjang pada bagian posterior atau bagian tengah dari
thorak. Kelenjar saliva mensekresikan endoglukanase dan enzim lain ke dalam
saluran pencernaan. Usus tengah merupakan bagian yang berbentuk tubular yang
mensekresikan suatu membrane peritrofik di sekeliling material makanan. Usus
tengah pada rayap tingkat tinggi juga diketahui mensekresikan endoglukonase.
Usus belakang merupakan tempat bagi sebagian besar simbion (Noirot &
Noirot-Timothee 1969; Scharf & Tartar, 2008)
Rayap
bersimbiosis dengan bakteri dan protozoa pada saluran pencernaannya. Pada rayap
tingkat rendah lebih banyak bersimbiosis dengan protozoa dibandingkan dengan
bakteri. Sebaliknya, pada rayap tingkat tinggi lebih banyak bersimbiosis dengan
bakteri dibandingkan dengan protozoa (Krishna, 1969; Bignell, 2000; Breznak,
2000).
Protozoa
yang bersimbiosis dengan rayap tingkat rendah berbeda pada tiap spesies. Zootermopsis angusticollis bersimbiosis
dengan Tricercomitis, Hexamastix, dan Trichomitopsis. Mastotermes darwiniensis bersimbiosis dengan Mixotricha paradoxa (Breznak, 2000). Coptotermes formosanus bersimbiosis dengan Pseudotrichonympha grasii, Spirotrichonympha
leidy, Holomastigoides mirabile
(Inoue et al., 2005; Nakashima et al., 2002b), dan Holomastigoides hartmanni (Tanaka et al., 2006). Coptotermes
lacteus bersimbiosis dengan Holomastigoides
mirabile (Watanabe et al., 2002).
Reticulitermes speratus bersimbiosis
dengan Teranympha mirabilis, Triconympha agilis (Ohtoko et al., 2000), Dinenympha exilis dan Pyrsonympha
grandis (Todaka et al., 2007)
Sedangkan, beberapa contoh bakteri simbion pemecah selulosa pada rayap adalah
bakteri fakultatif Serratia marcescens,
Enterobacter erogens, Enterobacter cloacae, dan Citrobacter farmeri yang menghuni usus
belakang rayap spesies Coptotermes
formosanus (famili Rhinotermitidae) dan berperan memecah selulosa,
hemiselulosa dan menambat nitrogen.
Penelitian
lain mengatakan protozoa yang menghuni usus rayap tidaklah bekerja sendirian,
tetapi melakukan simbiosis mutualisme dengan sekelompok bakteri. Flagella yang
dimiliki oleh protozoa tersebut ternyata adalah sederetan sel bakteri yang
tertata dengan baik sehingga mirip flagella pada protozoa umumnya. Bakteri yang
menyusun flagella memberikan motilitas pada protozoa untuk mendekati sumber
makanan, sedangkan ia sendiri menerima nutrien dari protozoa. Contoh genus
bakteri ini adalah Spirochaeta dengan Trichomonas termopsidis sebagai
simbionnya.
Perilaku
rayap yang sekali-kali mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan
menggosokkan anggota tubuhnya dengan lainnya (perilaku trofalaksis) merupakan
cara rayap menyampaikan bakteri dan protozoa berflagellata bagi individu yang
baru saja ganti kulit (ekdisis) untuk menginjeksi kembali invidu rayap
tersebut. Di samping itu, juga merupakan cara menyalurkan makanan ke anggota
koloni lainnya.
Sama
seperti pada rayap tingkat tinggi, bakteri yang terdapat dalam usus belakang
rayap tingkat rendah juga mempunyai peranan dalam proses pencernaan makanan,
meskipun bakteri ini tidak berperan utama dalam proses dekomposisisi selulosa.
Protozoa yang terdapat pada usus belakang rayap tingkat rendah merupakan
protoza flagellata. Lebih dari 400 spesies protozoa flagellata telah
diidentifikasi dalam usus belakang rayap tingkat rendah. Biomassa mikroba ini
meliputi sekitar sepertujuh sampai dengan sepertiga berat rayap. Protozoa ini
mempunyai peranan penting dalam metabolisme selulosa dan berfungsi menguraikan
selulosa dalam proses percernaan makanannnya menghasilkan asetat sebagai sumber
energi bagi rayap.
Hasil
penelitian Belitz and Waller (1998) menunjukkan bahwa defaunasi protozoa dalam
usus belakang rayap dengan menggunakan oksigen murni menyebabkan kematian rayap
sekitar dua sampai tiga minggu walaupun diberi kertas saring yang mengandung
selulosa. Namun, rayap ini akan hidup lebih lama dengan makanan yang sama
dengan adanya kehadiran protozoa dalam usus belakangnya. Hal ini menunjukkan
bahwa kehidupan rayap sangat tergantung pada mikroba simbiosisnya. Hal ini juga
menunjukkan bahwa proses penguraian selulosa dalam usus belakang rayap
berlangsung dalam keadaan anaerobik. Beberapa bakteri yang menghuni usus rayap
juga diketahui dapat menghasilkan faktor tumbuh berupa vitamin B yang dapat
digunakan oleh rayap, seperti spesies Enterobacter
agglomerans, mampu melakukan fiksasi nitrogen (Atlas % Bartha 1998).
Beberapa metanogen juga ditemukan sebagai endosimbion pada beberapa protozoa
pada serangga.
Serangga
uji yang kedua, yaitu kecoa (Blattodea).
Jumlah spesies kecoa cukup beragam. Hingga kini tercatat lebih dari 4.500
spesies kecoa telah diidentifikasi. Kecoa yang digolongkan ke dalam ordo
Blattodea ini dapat dibagi menjadi lima famili, yaitu Cryptocercidae,
Blattidae, Blatellidae, Blaberidae, dan Polyphagidae. Kecoa adalah serangga
yang bermetamorfosis secara sederhana, yaitu akan melewati tahap hidup telur,
nimfa (kecoa muda yang mirip dengan induknya, kecuali sayapnya belum
berkembang), kemudian menjadi kecoa dewasa. Kecoa betina membawa sekumpulan
telur di dalam sebuah kantung telur (ootheca)
yang digendongnya di ujung abdomennya. Kemampuan reproduksi kecoa cukup tinggi.
Spesies Periplaneta americana
misalnya, dapat bertelur sebanyak kurang lebih 700 butir per tahun (Putra,
2011).
Seperti
lazimnya organisme pemakan bahan organik, kecoa membutuhkan organisme simbion
berupa bakteroid yang hidup nyaman di mycetocytes di dalam jaringan lemak
tubuh, dan mereka terikat saling menguntungkan (simbiosis mutualistik).
Bakteroid ini memperoleh perlindungan di dalam tubuh kecoa, sedangkan bakteroid
menyediakan vitamin yang dibutuhkan oleh kecoa. Contoh endosimbion kecoa adalah
Blattabacterium yang menghuni badan lemak kecoa genus Cryptocercus (Putra,
2011).
REFERENSI
REFERENSI
Arifin, M, Penggunaan Virus (NPV) dalam penanganan OPT dan
Implementasinya di Lapangan. Makalah Balitbio, Pertemuan Koordinasi Penanganan
OPT dan Perumusan Komponen PHT Spesifik Lokasi tanggal. 3 – 5 Agustus 1997.
Arifin, M, Pemanfaatan Sl-NPV sebagai Agensia Pengendalian Hayati
Ulat Grayak Pda Kedelai, Dalam Makalah Pelatihan Pemanfaatan dan Pengelolaan
Agens Hayati
Belitz,
LA and Waller, DA. 1998. Effect of Temperature and Termite Starvation on
Phagocytosis by Protozoan Symbionts of the Eastern Subterranean Termite
Reticulitermes flavipes Kolla. Microb. Ecol. 36 (2): 175-80
Bignel,l
DE, Eggleton P (2000) Termites in ecosystem. In: Abe T, Bignell DE, Higashi M
(eds) Termites: evolution, sociality,
symbioses, ecology. Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, pp 363–388
Breznak,
J. A. 2000. Ecology of prokaryotic microbes in the guts of wood- and
litter-feeding termites. In T. Abe, D. E. Bignell, and M. Higashi (eds.),
Termites: Evolution, sociality, symbiosis, ecology, pp. 209–231. Kluwer
Academic Publ., Dordrecht, NL.
Heriyanto
dan Suharno. 2008. Studi Patogenitas Metarhizium
anisopliae (Meth.) Sor Hasil Perbanyakan Medium Cair Alami Terhadap Larva
Oryctes rhinoceros. J. Ilmu-ilmu Pertanian 4 (1): 47-54.
Inoue,
T., Moriya S, Ohkuma M, Kudo T 2005 Molecular cloning and characterization of a
cellulose gene from a symbiotic protist of the lower termite, Coptotermes
formosanus. Gene 349, 67–75
Kambhampati,
S. and Eggleton, P. 2000. Phylogenetics and taxonomy. In, Abe, T., Bignell, D.
E., Higashi, M. (eds). Termites: Evolution, Sociality, Symbioses, Ecology.
Dordrecht: Kluwer Academic Publishing. pp1-23
Krishna,
K., & F.M. Weesner (eds.). 1969. Biology of Termites [vol. 1]. Academic
Press; New York, New York; xiii+598 pp.
Nakashima,
K., Watanabe H, Azuma J 2002 Cellulase genes from the parabasalian symbiont
Pseudotrichonympha grassii in the hindgut of the wood-feeding termite
Coptotermes formosanus. Cell. Mol. Life. Sci 59
Noirot,
C. and Noirot-Timothée C. 1969. The digestive system. In: Krishna K, Weesner
FM, editors. Biology of Termites, pp 49–88. Academic Press
Ohtoko,
K, Ohkuma M, Moriya S, Inoue T, Usami R, Kudo T 2000 Diverse genes of cellulase
homologues of glycosyl hydrolase family 45 from the symbiotic protists in the
hindgut of the termite Reticulitermes speratus. Extremophiles 4, 343–349.
Prayogo,
Y. Wedanimbi, T dan Marwoto. 2005. Pemanfaatan
Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan Ulat
Grayak Spodoptera litura pada kedelai. Jurnal penelitian dan
pengembangan pertanian 94 (1): 19-26
Priyanti,
Sri. 2009. Kajian Patogenitas Cendawan Metarhizium
anisopliae Pada Media Koalin Untuk Pengendalian Hama Oryctes rhinoceros dalam
Prosiding Simposium I. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat
Penelitian. Bogor 20 Januari 2009 :150
Putra,
Nugroho. Susetya. 2011. Kecoa: Binatang menjijikkan yang sebenarnya bermanfaat.
<http://ilmuserangga.wordpress.com/2011/06/18/kecoa-binatang-menjijikkan-yang-sebenarnya-bermanfaat/>.
Diakses tanggal 24 Juni 2013.
Santoso T, 1992,
Penggunaan Nuclear Polyhedrosis Virus Spodoptera Litura dan Bacillus
thuringensis untuk pengendalian Hama Perusak Daun Kedelai, Seminar Hasil
Penelitian Pendukung Pengendalian Hama Terpadu, Cisarua 7 – 8 September 1992.
Scharf,
M.E. and Tartar, A. (2008) Termite digestomes assources for novel
lignocellulases. Biofuels Bioproducts Biorefining, 2, 540–552
Sismiharjo H, 1996,
Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (Sl-NPV) Sebagai Sarana Pengendali
Hayati terhadap Ulat Grayak Pada Tanaman Kedelai, Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan dan Hortikultura, Direktorat Nbina Perlindungan Tanaman, Jakarta.
Tanaka,
H., Aoyagi, H., Shina, S., Dodo, Y., Yoshimura, T., Nakamura, R. and Uchiyama,
H. .2006. Influence of the diet components on the symbiotic microorganisms
community in hindgut of Coptotermes formosanus Shiraki. Applied and
Environmental Microbiology, 71, 907–917
Todaka,
N., Moriya, S., Saita, K., Hondo, T., Kiuchi, I., Takasu,H., Ohkuma, M., Piero,
C., Hayashizaki, Y. and Kudo, T.2007. Environmental cDNA analysis of the genes
involvedin lignocellulose digestion in the symbiotic protist communityof
Reticulitermes speratus. FEMS Microbiology Ecology, 59,592–599
Watanabe
H, Nakashima K, Saito H, Slaytor M 2002 New endo-β-1,4-glucanases from the
parabasalian symbionts, Pseudotrichonympha grassii and Holomastigotoides
mirabile of Coptotermes termites. Cell. Mol. Life Sci 59
0 comments :
Posting Komentar